PERILAKU TAUHID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“Materi dan Pembelajaran Aqidah Akhlak di MI/SD”
Oleh:
Rizky Chandra Zefta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT, dan kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut
sebagai orang yang beriman(mu’min).
Dengan mempelajari aqidah akhlak, akan diketahui betapa luhurnya
dan mulia ajaran Islam dibidang akhlak, dan dengan begitu insyaallah akan
banyak manfaat yang dapat diambil. Karena itu setiap muslim perlu sekali
memiliki dan mempelajarinya, untuk mencapai apa yang disabdakan oleh Nabi
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya, ialah orang mukmin yang paling baik
akhlaknya”.
Dalam makalah ini penulis akan membahas materi dan pembelajaran
aqidah akhlak di MI/SD terutama pada materi perilaku tauhid dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
pengertian dari tauhid?
2.
Bagaimanakah
perilaku tauhid dalam kehidupan sehari-hari?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tauhid
Pada dasarnya tauhid berarti mengesakan Allah SWT. Adapun cara
mengesakan Allah dengan cara melawan kepercayaan-kepercayaan dan
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan sunnah
Rasulullah SAW.
Allah yang Maha Kuasa berfirman dalam Al-Qur,an:
“Dan sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat(komunitas,
negara) seorang Rasul(yang mengajarkan), Sembahlah Allah(saja) dan
jauhilah(menjauhlah dari) taghut itu(semua setan dan sesembahan selain Allah,
yakni jangan menyembah taghut).”
(surat An-Nahl ayat 36).
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia. Dan hendaklah kamu berbuat baik (patuh) pada bapak ibumu
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali kamu mengatakan
kata yang tidak menghormat dan janganlah membetak mereka, serta ucapkanlah
kepada mereka ucapan yag mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kepatuhan, kerendahan hati dan kesayangan serta ucapkanlah: “wahai
Tuhanku limpahkanlah kasih sayang-Mu pada mereka berdua sebagaimana mereka
telah mendidik aku di waktu kecil.” (surat
al-Isra’ ayat 23-24).[1]
Jika berbicara tauhid atau mengesakan Allah, berarti manusia perlu
untuk beriman kepada Allah. Yang pada dasarnya akhlak manusia kepada Tuhan itu
ialah bahwa hedaknya manusia itu:
a.
Beriman kepada
Allah
b.
Beribadah atau
mengabdi kepadaNya, dengan tulus ikhlas.
Beriman kepada Allah, artinya ialah mengakui, mempercayai atau
meyakini bahwa Allah itu ada, dan bersifat dengan segala sifat yang baik dan
maha suci dari segala sifat yang buruk.
Tidak cukup hanya sekedar percaya kepada akan adanya Allah,
melainkan sekaligus juga harus diikuti dengan beribadah atau mengabdi kepada
Allah dalam kehidupan sehari-hari, yang realisasinya berupa mengamalkan segala
perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah.[2]
B. Perilaku Tauhid
dalam Kehidupan Sehari-hari
1.
Tidak
mempersekutukan Allah
Mempersekutukan artinya tidak menyembah Tuhan selain Allah SWT.
Perbuatan mempersekutukan tersebut dinamakan syirik, dan orang yang
melakukannya dinamakan musyrik. Syirik merupakan dosa besar di samping
dosa-dosa besar yang lainnya, seperti durhaka pada orangtua, takabur, dan lain
sebagainnya.
Syirik merupakan dosa besar, bahkan derajatnya terletak di atas
dosa-dosa besar yang lain. Karena itu syirik merupakan hal yang paling
berbahaya dan paling dikutuk oleh Allah, bahkan syirik merupakan dosa yang
tidak diampuni.
“Sesungguhya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari itu bagi siapa yang
dikehendakinya. Barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah,
sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (An-nisa’ 116).[3]
2.
Cinta kepada
Allah
“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhya Aku Maha
Pengampun Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya siksa-Ku adalah siksa yang
amat pedih” (Al-Hijr
49-50).
Adapun keharusan untuk mencintai Allah disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:
a.
Agama islam
memang mengajarkan hendaknya semua manusia mencintai Allah dan Rasul Allah.
b.
Mencintai Allah
di sini maknanya ialah, melaksanakan segala yang menjadi kelaziman cinta(kepada
Allah), yaitu mentaati dan mendahulukan perintah Allah, menjauhi larangan
Allah.
c.
Allah Maha Pengasih
Maha Penyayang sehingga kita wajib mengasihi dan mencintai Allah sepenuh hati.[4]
Imam Ghazali menerangkan,
bahwa tanda-tanda orang yang cinta kepada Allah ialah:
a.
Orang yang
selalu ingat akan mati, sebab kematian adalah perjumpaan dengan sang kekasih
yaitu Allah.
b.
Orang yang
sukarela ingin berkurban untuk Allah dan ingin mendekatkan diri kepada Allah.
c.
Orang yang
selalu ingat kepada Allah, dan ingat kepada Allah membawa kesegaran bagi jiwanya.
d.
Orang yang mencintai
firman-firman Allah yaitu Al-Qur’an dan cinta kepada Rasul Allah yaitu Muhammad
SAW.
e.
Orang yang
merasa ringan dan senang hati beribadah kepada Allah SWT.
f.
Orang yang akan
cinta pula kepada orang-orang yang berbakti kepada Allah dan benci kepada kaum
kafir dan munafik.[5]
3.
Ridho dan
ikhlas terhadap qada da qadar Allah
Kepercayaan kepada qada dan qadar ini mengajarkan, bahwa segala
sesuatu yang terjadi di alam, termasuk yang menimpa diri manusia sendiri,
tidaklah terlepas dari takdir atau ketentuan Allah.
Semua yang ada pada diri manusia telah ditentukan(ditakdirkan)
oleh Allah, dan manusia tinggal menerima apa adanya.
“Siapa
tidak ridha aka Qada-Ku da Qadar-Ku, baiklah ia mencari Tuhan selain Aku” (Riwayat Thabrani).
Makna ridha dan ikhlas terhadap
takdir Allah ialah, hendaklah kita bersyukur terhadap takdir yang diberikan
oleh Allah SWT[6].
Orang mukmin yang sabar dan tabah meghadapi penderitaan akan memperoleh
beberapa keuntungan:
a.
Akan menerima
pahala yang tiada terkira banyaknya, bahkan memperoleh pahala sebagai orang yang
mati syahid.
b.
Dihapus
dosa-dosanya oleh Allah.
c.
Akan memperoleh
kebahagiaan hidup abadi di akhirat, yaitu masuk surga.[7]
4.
Bertaubat
kepada Allah
Taubat adalah kembali taat kepada Allah setelah sebelumnya durhaka
kepada Allah SWT. Siapa yang menyesal atas sesuatu dosa yang telah dikerjakan,
hal tersebut sudah dinamakan bertaubat, walaupun perlu disempurnakan lagi.[8]
Agama Islam mengajarkan, bahwa dosa dapat dihilangkan dengan dua
jalan yang harus dikerjakan semuanya, yaitu:
a.
Dengan
bertaubat kepada Allah, yaitu berusaha secara khusus menghilangkan sesuatu
dosa.
b.
Dengan
beribadah kepada Allah seperti shalat, puasa, dan amal-amal baik lainnya.[9]
Taubat hendaknya dilakukan dengan mengerjakan rukun-rukun taubat yang
terdiri dari:
a.
Berhenti dari
maksiat
b.
Menyesal atas
dosa-dosa yang telah dikerjakan.
c.
Berjanji dengan
sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi berbuat dosa.
d.
Dalam hal dosa
kepada orang lain, hendaknya ditambah dengan menyelesaikan persoalan dengan orang
lai yang bersangkutan.[10]
5.
Bersyukur
kepada Allah
Syukur ialah mempergunakan segala sesuatu pemberian dari Allah pada
fungsinya masing-masing, sesuai dengan yang sudah ditentukan Allah.[11]
Adapun selanjutnya, syukur itu melengkapi juga pengertia-pengertian sebagai
berikut:
a.
Merasa gembira
atas sesuatu pemberian orang lain yang kita terima.
b.
Menyatakan
kegembiraan itu dengan ucapan dan perbuatan.
c.
Memelihara
pemberian dengan baik-baik dan mempergunakan sesuai dengan yang di kehendaki
oleh si pemberi.
d.
Membalas
pemberian Allah dengan mempergunakan karunia Allah menurut yang diridhai Allah,
dan membalas pemberian manusia dengan pemberian pula, sekurang-kurangnya dengan
doa.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Tauhid berarti
mengesakan Allah SWT. Adapun cara mengesakan Allah dengan cara melawan
kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku yang tidak sesuai
dengan Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW.
2.
Perilaku Tauhid
dalam Kehidupan Sehari-hari, antara lain:
a.
Tidak
mempersekutukan Allah
b.
Cinta kepada
Allah
c.
Ridho dan
ikhlas terhadap qada dan qadar Allah
d.
Bertaubat
kepada Allah
e.
Bersyukur
kepada Allah
B. Saran
Dalam
menyusun makalah ini, penulis menyadari masih
ada kekurangan baik materi maupun penulisan. Jadi penulis menyarankan agar pembaca makalah ini membaca
referensi dari buku-buku lain untuk melengkapi atau menambah pengetahuan di
bidang aqidah akhlak. Saran dari semua pihak akan kami kumpulkan untuk memberi
semangat dan acuan dalam penulisan makalah yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tatapangarsa, Humaid. 1980. Akhlaq
Yang Mulia. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Wahhab, Muhammad bin Abdul. 2003. Tegakkan Tauhid Tumbangkan Syirik.
Yogyakarta: MITRA PUSTAKA.
[1]
Muhammad bin Abdul Wahhab, Tegakkan
Tauhid Tumbangkan Syirik, (Yogyakarta: MITRA PUSTAKA, 2003), hlm 1-3.
[2] Humaidi
Tatapangarsa, Akhlaq Yang Mulia,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980), hlm 20.
[3]
Ibid, hlm 22-23.
[4]
Ibid, hlm 29-30.
[5]
Ibid, hlm 35-36.
[6]
Ibid, hlm 36-37.
[7]
Ibid, hlm 39.
[8]
Ibid, hlm 43.
[9]
Ibid, hlm 47.
[10]
Ibid, hlm 49.
[11]
Ibid, hlm 71.
[12]
Ibid, hlm 72.
Comments
Post a Comment