BATU
Karya: Sutardji Colzoum
Bachri
Batu mawar
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu jarum
Batu bisu
Kaukah itu
Teka teki yang tak menepati janji?
Dengan seribu gunung langit tak
runtuh
Dengan seribu perawan hati tak
jatuh
Dengan seribu sibuk sepi tak mati
Dengan seribu beringin ingin tak
teduh
Dengan siapa aku mengeluh?
Mengapa jam harus berdenyut sedang
darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang
langit tak sampai
Mengapa peluk diketatkan sedang
hati tak sampai
Mengapa tangan melambai sedang
lambai tak sampai. Kau tahu?
Batu risau
Batu pukau
Batu Kau-ku
Batu sepi
Batu ngilu
Batu bisu
Kaukah itu?
Teka teki yang tak menepati janji?
A.
Bunyi
Ø Nada yang ditunjukan dalam puisi “BATU” ini adalah kegelisahan. Bendominasi vokal u pada puisi ini,
sehingga mengandung bunyi Cacophony.
Ø Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pada bait:
Dengan
seribu gunung langit tak runtuh
Dengan
seribu perawan hati tak jauh
Dengan
seribu beringin ingin tak teduh
Analisis:
Jelas pada bait diatas terdapat pengulangan bunyi uh diakhir kalimat,
pengulangan kata dengan seribu pada kalimat awal, tetapi tidak ada
pengulangan kalimat.
B.
Diksi
Batu
langit
Batu
duka
Batu
rindu
Batu
janun
Analisis;
pada bait diatas penyair menggunakan kata-kata yang mempengaruhi imajinasi
pembaca. Kata-kata yang digunakan membuat pembaca berfikir maksud puisi
tersebut, sebab pemilihan kata yang digunakan bukanlah kata yang sebenarnya,
sehingga sulit untuk dipahami.
C.
Bahasa Kias
Ø Personifikasi
adalah kiasan yang memersamakan benda dengan manusia, di mana benda mati dapat
berbuat seperti manusia. Hal ini terdapat pada bait:
Batu
duka
Batu
rindu
Analisis:
dalam kehidupan nyata, semua batu tidak ada yang merasakan duka dn rindu, sebab
batu adalah benda mati, bukan manusia.
Ø Perumpamaan
adalah perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan
cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat atau
frase berturut-turut. Pada bait:
Dengan
seribu gunung
Langit
tak runtuh
Analisis:
perumpamaan begitu banyaknya benda yang ada seperti gunung, tetapi langit tidak
runtuh.
Ø Metafora
di tiap sajaknya ada beberapa atau banyak terdapat metafora, yang membuat hidup
dan menambah kepuitisan. Metafora di situ merupakan ucapan yang sampai kepada
hakikat, sampai pada intinya, dan menjadi simbolik. Ungkapan itu bukanlah
mempergunakan logika biasa. Pada bait:
Mengapa
jam harus berdenyut
Sedang
darah tak sampai
Ø Sinekdos
pada umumnya dengan menyebut bagian sebagai keseluruhan atau keseluruhan untuk
menyebut bagian. Sinekdos ini membuat lukisan langsung pada hakikatnya yang
ditunjuk atau pada pusat perhatian. Begitulah sinekdos yang dipergunakan oleh
Sutardji. Pada umumnya sinekdos yang terdapat dalam sajaknya adalah pars pro
toto atau bagian untuk keseluruhan.
Analisis:
Seribu gunung, perawan, sibuk, beringin, adalah pars pro toto.
D.
Citraan
Pada puisi “BATU” pengimajian yang
digunakan oleh pengarang terdapat pada:
Ø Citra
penglihatan, pada bait:
Dengan
seribu gunung hati tak runtuh
Dengan
seribu beringin ingin tak teduh
Ø Citra
pendengaran, pada bait:
Mengapa
gunung harus meletus
Sedang
langit tak sampai
Ø Citra
perasaan, pada bait:
Dengan
seribu perawan hati tak jauh
Dengan
siapa aku mengeluh?
E.
Bentuk Visual
Puisi “BATU” berbentuk konvensional
F.
Makna Puisi
Ø Pada bait:
Dengan
seribu beringin
Ingin
tak teduh
Analisis:
dimana penyair menggambarkan banyaknya tempat berteduh, tetapi tidak ada rasa ingin berteduh.
Ø Pada bait:
Batu
langit
Batu
duka
Batu
rindu
Batu
janun
Analisis: penyair meletakkan
makna konotasi dimana semua batu tidak ada dilangit ataupun merasakan duka dan
ri
Comments
Post a Comment