KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulilah kehadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat-Nya makalah ini dapat
disusun hingga selesai.Tidak lupa kami ucapkan terimakasih atas bantuan
berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan materi
ataupun idenya.
Harapan
kami semoga makalah ini dapat menambah pengatahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik.
Karena
keterbatahan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sehingga akan
semakin banyak manfaat yang kita peroleh.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lampiran
Permendiknas RI No. 22 menyebutkan bahwa, dalam setiap kesempatan pembelajaran
matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan
situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual,
siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk
meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Sementara itu, dalam Permendiknas RI No. 41 disebutkan bahwa proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi
aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Hal
ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi mengajar dan sekaligus melibatkan
peran aktif siswa dalam proses pembelajarannya.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Definisi Strategi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Dan
Model Pembelajaran ?
2.
Bagaimanakah
Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual ?
3.
Bagaimanakah
Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Strategi
Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Dan Model Pembelajaran
1.
Makna Strategi
Dalam kamus The American Herritage Dictionary (1976: 1273) dikemukakan bahwa Strategy is the science
or art of military command as applied to overall planning and conduct of
large-scale combat operations. Selanjutnya dikemukakan juga oleh Mintzberg
dan Waters (1983) bahwa strategi adalah pola umum tentang keputusan atau
tindakan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa
strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja
untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan,
siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana
penunjang kegiatan.[2]
2.
Makna Pembelajaran
Pembelajaran
adalah suatu konsep dari dua dimensi kegiatan
(belajar dan mengajar) yang harus direncanakan dan diaktualisasikan, serta
diarahkan pada pencapaian tujuan atau penguasaan sejumlah kompetensi dan
indikatornya sebagai hasil belajar. Pada dasarnya pembelajaran merupakan
kegiatan terencana yang mengkondisikan seseorang agar bisa belajar dengan baik
agar sesuai dengan tujuan pembelajaran.[3]
3.
Makna Strategi Pembelajaran
Kemp (dalam Sanjaya, 2007: 126) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran antara guru dan siswa yang
bertujuan agar pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Menurut
Suparman (1997: 157-159) bahwa strategi pembelajaran merupakan pengkombinasian
urutan kegiatan, baik itu pengorganisasian materi pelajaran dengan siswa,
peralatan atau bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Kemudian menurut Wina
Sanjaya (2006), bahwa strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya atau kekuatan dalam pembelajaran.[4]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang
standar proses (2007: 6-8) disebutkan bahwa pada kegiatan pembelajaran berisi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti
dan kegiatan penutup. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut.
a.
Kegiatan
Pendahuluan
Merupakan
kegiatan awal dalam pembelajaran yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi
dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam kegiatan pendahuluan guru:
1) Menyiapkan
siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
2) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari
(apersepsi);
3) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau
kompetensi dasar yang akan dicapai;
4) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan
uraian kegiatan sesuai silabus.
b. Kegiatan Inti
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan
ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses:
1) Eksplorasi, dalam kegiatan eksplorasi, guru:
a) Melibatkan siswa mencari
informasi yang luas tentang materi yang akan dipelajari dengan belajar dari
aneka sumber;
b) Menggunakan beragam
pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar;
c) Memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa serta antara
siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
d) Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran;
e) Memfasilitasi siswa melakukan percobaan di laboratorium,
studio, atau lapangan.
2) Elaborasi, dalam
kegiatan elaborasi, guru:
a) Membiasakan siswa
membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
b) Memfasilitasi siswa melalui
pemberian tugas dan diskusi untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan
maupun tertulis;
c) Memberi kesempatan untuk
berpikir, menganalisa, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
d) Memfasilitasi siswa
dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
e) Memfasilitasi siswa
berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
f) Memfasilitasi siswa
membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara
individual maupun kelompok;
g) Memfasilitasi siswa
untuk menyajikan hasil kerja yang bervariasi, baik kerja individual maupun
kelompok;
h) Memfasilitasi siswa
melakukan pameran, turnamen, festival pada produk yang dihasilkan;
i) Memfasilitasi siswa
melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.
3) Konfirmasi,
dalam kegiatan konfirmasi, guru:
a) Memberikan umpan balik
positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan siswa;
b) Memberikan konfirmasi
terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa melalui berbagai sumber;
c) Memfasilitasi siswa
melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan;
d) Memfasilitasi siswa
untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau
kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, maupun tindakan. Dalam kegiatan penutup guru:
1) Bersama-sama dengan
siswa dan/atau sendiri membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran;
2) Melakukan penilaian
dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten
dan terprogram;
3) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran;
4) Merencanakan kegiatan
tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remidi, program pengayaan, layanan
konseling atau memberikan tugas baik
tugas individual maupun kelompok sesuai dengan
hasil belajar siswa;
5) Menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.[5]
4.
Metode Pembelajaran
Metode merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara maksimal.[6]
a.
Metode Ceramah
Ceramah sebagai suatu metode pembelajaran merupakan cara yang
digunakan dalam mengembangkan proses pembelajaran melalui cara penuturan.[7]
Metode ini berbentuk penjelasan guru kepada siswa dan biasanya
diikuti dengan tanya jawab tentang isi pelajaran yang belum jelas. Metode ini
mempunyai keterbatasan sebagai berikut:
1) partisipasi siswa
rendah;
2) kemajuan siswa sulit
dipantau;
3) perhatian dan minat
siswa tidak dapat dipantau.
Pada pelajaran matematika, metode ceramah ini dapat diterapkan pada waktu kegiatan
pembelajaran baru dimulai atau pada saat guru menginformasikan materi
pembelajaran yang tidak menuntut peran aktif siswa, misal: menginformasikan
definisi, teorema, rumus atau prosedur.[8]
b.
Metode Demonstrasi
Merupakan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi, atau benda
tertentu, sebenarnya atau sebuah tiruan.
Metode ini mempersyaratkan adanya suatu keahlian bagi guru untuk
mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti
kegiatan yang sesungguhnya. Setelah demonstrasi siswa diberi kesempatan
melakukan ketrampilan atau proses yang sama di bawah supervisi guru.
Pada pelajaran matematika, metode ini digunakan antara lain saat pembuktian
teori atau penurunan rumus (misal: volume atau luas bangun ruang), penggunaan
alat (misal: penggaris, bujur derajat, jangka, dan lain - lain) dalam menggambar
atau melukis bangun, penggunaan alat peraga (misal: klinometer, kurvameter dan
lain - lain).[9]
c.
Metode Diskusi
Metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu
permasalahan, metode ini bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan,
menjawab pertanyaan, menambah, dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk
membuat suatu keputusan.
Metode ini melibatkan interaksi antarsiswa atau siswa dengan guru
untuk menganalisis, menggali atau mendiskusikan permasalahan tertentu. Metode
ini dapat dilakukan dalam bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, symposium, diskusi
panel, seminar, atau lokakarya. Pada pembelajaran matematika, metode ini
digunakan pada kompetensi yang memerlukan
penalaran atau analisis dan adanya lebih dari
satu kemungkinan jawaban, misal pembuktian teorema, rumus atau pemecahan masalah.[10]
d.
Metode Studi Mandiri
Metode ini berbentuk
pelaksanaan tugas membaca atau penelitian oleh siswa tanpa bimbingan atau
pengajaran khusus. Metode ini dilakukan dengan cara:
1)
memberikan daftar bacaan
kepada siswa yang sesuai dengan kebutuhannya;
2)
menjelaskan hasil yang
diharapkan dicapai oleh siswa pada akhir kegiatan studi mandiri;
3)
mempersiapkan tes untuk
menilai keberhasilan siswa.
Metode ini hanya dapat digunakan bila siswa mampu menentukan
sendiri tujuannya dan dapat memperoleh sumber-sumber yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Pada pembelajaran matematika SD, metode ini dapat dilaksanakan
di kelas-kelas tinggi (kelas V atau kelas VI) yaitu pada tahap terakhir proses
belajar, misal: setelah mempelajari topik tertentu guru memberikan tugas pada
siswa untuk mempelajari kembali topik yang dibahas dengan latihan-latihannya
yang ada pada beberapa buku yang ditentukan. Kemudian pada pertemuan berikutnya
guru memberikan tes untuk melihat hasil yang dicapai siswa. [11]
e.
Metode Bermain Peran
Merupakan metode yang berbentuk interaksi antara dua atau lebih
siswa tentang suatu topik. Metode ini sering digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan isi pelajaran yang baru saja dipelajarinya
dalam rangka menemukan kemungkinan masalah yang akan dihadapi dalam pelaksanaan
sesungguhnya. Pada pembelajaran metematika di SD, metode ini cocok diberikan
pada pokok bahasan aritmatika sosial, seperti tukar menukar mata uang, jual
beli dan lain-lain.
f.
Metode Computer
Assisted Learning (CAL)
Metode CAL berbentuk suatu seri kegiatan belajar yang sangat terstruktur
dengan menggunakan komputer. Isi pelajaran dimunculkan oleh komputer dalam
bentuk masalah. Siswa diminta memberikan jawaban atau pemecahan masalah melalui
komputer dan seketika itu juga jawaban siswa diproses secara elektronik,
berselang satu atau beberapa detik kemudian siswa mendapatkan umpan balik
tentang jawabannya. Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk maju menurut
kecepatan masing-masing. Kesulitan penggunaan metode ini adalah pengembangan
program CAL membutuhkan biaya yang tinggi dan butuh waktu yang lama serta
pengadaan dan pemeliharaan alat yang mahal. Pada pembelajaran matematika di SD,
program-program CAL sudah tersedia, seperti operasi penjumlahan, pengurangan,
perkalian, pembagian, dan lain-lain. Namun demikian metode ini jarang ataupun
tidak banyak digunakan di sekolah-sekolah dasar pada umumnya. Hal ini
disebabkan karena tidak tersedianya fasilitas pendukung terlaksananya metode
ini, seperti keterbatasan jumlah komputer dan program-programnya.[12]
g.
Metode Deduktif
Metode ini dimulai dengan
pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian disusul
dengan penerapan atau contohcontohnya pada situasi tertentu. Metode ini
bergerak dari yang bersifat umum ke yang bersifat khusus. Metode ini tepat
digunakan bila:
1)
siswa belum mengenal pengetahuan
yang sedang dipelajari;
2) isi pelajaran meliputi terminologi, teknis, dan bidang yang kurang
membutuhkan proses berpikir teoritis;
3) pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik
dan pembicara yang baik;
4) waktu yang tersedia singkat.
Pada pembelajaran matematika di SD, metode ini dapat
digunakan misalnya pada saat guru menjelaskan tentang rumus-rumus dan
penerapannya, seperti: rumus keliling, luas ataupun volume, atau pada saat guru
menjelaskan prosedur penyelesaian suatu masalah, seperti menentukan sudut
terkecil yang dibentuk oleh jarum jam yang menunjukkan waktu atau pukul
tertentu. [13]
h.
Metode Induktif atau Discovery
atau Socratic
Metode ini dimulai dengan pemberian berbagai kasus, fakta, contoh,
atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip. Kemudian siswa
dibimbing untuk berusaha keras mensintesis, menemukan atau menyimpulkan prinsip
dasar dari pelajaran tersebut. Metode ini tepat digunakan apabila:
1)
siswa telah mengenal atau
mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut
2)
keterampilan komunikasi
antar pribadi, sikap, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan
3)
guru mempunyai keterampilan
mendengarkan yang baik, fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan, serta sabar;
4)
waktu yang tersedia cukup
panjang.
Pada pembelajaran matematika, metode ini dapat digunakan misalnya
dalam menemukan rumus luas atau keliling bangun datar, volum bangun ruang atau
menemukan hubungan antara panjang, lebar, keliling, dan luas. [14]
i.
Metode Ekspositori
Cara pembelajaran dengan guru berbicara pada saat-saat tertentu
saja. kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan, memperhatikan penjelasan guru
dan membuat catatan tetapi juga mengerjakan soal-soal latihan dengan mandiri
baik secara individual atau kelompok. Pada pembelajaran matematika di SD, guru
berbicara misalnya pada saat pembelajaran, menjelaskan materi, memberikan
contoh atau pada saat memberikan latihan pada siswa.[15]
j.
Metode Tanya Jawab
Metode mengajar yang memungkinkan terjadi komunikasi yang bersifat
two way traffic karena pada saat yang
sama terjadi dialog antar guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab atau
siswa bertanya guru menjawab.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam metode tanya jawab: 1) tujuan mengajukan pertanyaan, antara
lain dapat berupa: dorongan siswa berpikir, menyegarkan ingatan siswa (sebagai
apersepsi), memotivasi siswa,
mendorong terjadinya diskusi, mengarahkan perhatian
siswa, menggalakkan penyelidikan, memeriksa tanggapan siswa, mengundang pertanyaan siswa dan lain-lain; 2) jenis pertanyaan dapat berupa pertanyaan ingatan atau pikiran; 3) Teknik pertanyaan yang baik
yang diucapkan dengan jelas dan intonasi baik, pertanyaan
ditujukan kepada semua siswa, siswa diberi kesempatan berpikir,
diminta jari untuk menjawab atau dipilih salah satu siswa untuk
menjawab, menghargai jawaban siswa apapun mutunya,
menerima dan memeriksa jawaban siswa sebelum mengajukan pertanyaan lain, tidak
memotong jawaban siswa, merangsang siswa untuk
menjawab di depan kelas, bertindak seola-olah belum tahu
jawaban bila ada siswa bertanya agar merangsang siswa berpikir.[16]
k.
Metode Drill dan
Latihan
Metode yang digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau
keterampilan dari apa yang telah dipelajari. Drill berbentuk pertanyaan atau
soal dari guru yang harus dijawab siswa dengan cepat, tepat dan benar. Pada
pembelajaran matematika, metode ini digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan
kecepatan dan ketepatan siswa dalam mengingat serta mengungkapkan kembali
ingatannya (menyebutkan) tentang fakta-fakta dasar, seperti: penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan-bilangan dasar.[17]
l.
Metode Pemberian Tugas
Pada pembelajaran matematika, metode ini digunakan antara lain
bertujuan agar siswa dapat: melatih keterampilannya dalam menyelesaikan soal,
lebih memahami dan mendalami suatu kompetensi yang telah dipelajari di sekolah,
menumbuhkan kebiasaan belajar secara mandiri dan sikap positif terhadap
matematika serta melatih rasa tanggung jawab.
m.
Metode Kegiatan
Lapangan
Metode ini berbentuk pemberian tugas dari guru kepada siswa untuk
menyelesaikan dengan melakukan kegiatan lapangan (di luar kelas) dan
menggunakan instrumen tertentu. Pada pembelajaran metematika, metode ini dapat
digunakan pada saat siswa belajar statistik (siswa mengumpulkan data statistik
dari lapangan kemudian mengolah dan menyajikannya dalam suatu diagram atau
grafik), pengukuran (pengukuran tinggi suatu obyek pohon atau gedung) tanpa
harus melakukan pengukuran langsung (misal dengan klinometer), mengukur lebar
sungai, dan lain-lain.
n.
Metode Permainan
Metode ini berbentuk kegiatan pembelajaran yang didasarkan pada
prinsip “belajar sambil bermain”. Permainan yang bernilai matematika dapat
meningkatkan kompetensi siswa dalam menguasai keterampilan tertentu, menemukan
dan memecahkan masalah, serta memahami konsep tertentu, contoh: bermain
bilangan pada bujur sangkar, segitiga dan segilima ajaib, bermain kartu dan
lain-lain.[18]
5.
Model-Model Pembelajaran
Berikut ini
contoh model Pembelajaran:
a.
Examples Non Examples
1) Guru
mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2) Guru
menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
3) Guru memberi
petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
4) Melalui diskusi
kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas
5) Tiap kelompok
diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6) Mulai dari
komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang ingin dicapai
b.
Picture And Picture
1)
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai dan menyajikan
materi sebagai pengantar
2)
Guru memperlihatkan gambar-gambar
kegiatan berkaitan dengan materi
3)
Guru menunjuk peserta didik secara
bergantian mengurutkan gambar-gambar
menjadi urutan yang logis
4)
Guru menanyakan dasar pemikiran urutan
gambar tersebut
5)
Dari alasan gambar tersebut guru
memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
c.
Numbered Heads Together
1) Peserta didik
dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat
nomor
2) Guru memberikan
tugas dan masing
- masing kelompok
mengerjakannya
3) Kelompok
mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengetahui
jawabannya
4) Guru memanggil
salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka
5) Tanggapan dari
teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
d.
Cooperative Script
1) Guru membagi
peserta didik untuk berpasangan
2) Guru membagikan
wacana/materi tiap peserta didik untuk dibaca dan membuat ringkasan
3) Guru dan
peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan
siapa yang berperan sebagai pendengar
4) Pembicara membacakan
ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
ringkasannya. Sementara pendengar :
5) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap
6) Membantu
mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau
dengan materi lainnya
7) Bertukar peran,
semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta
lakukan seperti diatas.
8) Kesimpulan
Peserta didik bersama-sama dengan Guru
9) Penutup
e.
Student Teams-Achievement Divisions
1) Membentuk kelompok
yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis
kelamin, suku, dll)
2) Guru menyajikan
pelajaran
3) Guru memberi
tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai
semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4) Guru memberi
kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu
5) Memberi
evaluasi
6) Kesimpulan
f. Jigsaw
1) Peserta didik
dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
2) Tiap orang
dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3) Tiap orang
dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4) Anggota dari
tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam
kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5) Setelah selesai
diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap
anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh- sungguh
6) Tiap tim ahli
mempresentasikan hasil diskusi
7) Guru memberi
evaluasi
g.
Problem Based Introduction
1)
Guru menjelaskan kompetensi yang ingin
dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2)
Guru membantu peserta didik
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3)
Guru mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4)
Guru membantu peserta didik dalam
merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka
berbagi tugas dengan temannya
5)
Guru membantu peserta didik untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses
yang mereka gunakan
h.
Artikulasi
1)
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai
2)
Guru menyajikan materi sebagaimana
biasa
3)
Untuk mengetahui daya serap peserta
didik, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
4)
Menugaskan salah satu peserta didik
dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti
peran. Begitu juga kelompok lainnya
5)
Menugaskan peserta didik secara
bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya.
Sampai sebagian peserta didik sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6)
Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi
yang sekiranya belum dipahami peserta didik
7)
Kesimpulan/penutup
i.
Mind Mapping
1)
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai
2)
Guru mengemukakan konsep/permasalahan
yang akan ditanggapi olehcpeserta didik dan sebaiknya permasalahan yang
mempunyai alternatif jawaban 3.
3)
Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3
orang
4)
Tiap kelompok
menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasilcdiskusi
5)
Tiap kelompok (atau diacak kelompok
tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan
mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
6)
Dari data-data di papan peserta didik
diminta membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang
disediakan guru
j.
Thik Pair And Share
1) Guru
menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2) Peserta didik
diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3) Peserta didik
diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan
hasil pemikiran masing-masing
4) Guru memimpin
pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5) Berawal dari
kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan
menambah materi yang belum diungkapkan para peserta didik
6) Guru memberi
kesimpulan
7) Penutup
k.
Debate
1) Guru membagi 2
kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
2) Guru memberikan
tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas
3) Setelah selesai
membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara
saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai
sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan pendapatnya.
4) Sementara
peserta didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap
pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide diharapkan.
5) Guru
menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6)
Dari data-data yang diungkapkan
tersebut, guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu
pada topik yang ingin dicapai.
l.
Role Playing
1) Guru
menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
2) Menunjuk
beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari
sebelum KBM
3) Guru membentuk
kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang
4) Memberikan
penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
5) Memanggil para
peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan
6) Masing-masing
peserta didik berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang
diperagakan
7) Setelah selesai
ditampilkan, masing-masing peserta didik diberikan lembar kerja untuk membahas
penampilan masing-masing kelompok.
8) Masing-masing
kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
9) Guru memberikan
kesimpulan secara umum
10) Evaluasi[19]
6.
Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah suatu media yang memuat
pesan-pesan tertentu, yang dirancang untuk mencapai tujuan tertentu pula. Oleh
karena itu media pembelajaran disebut juga sebagai perantara (medium). Yang
termasuk media pembelajaran antara lain: televisi, film, slide seri, kaset
audio, modul CAI (Computer Assisted Instructional), dan
lain-lain. Media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran beraneka ragam.
Guru hendaknya dapat memilih salah satu atau beberapa diantaranya untuk digunakan
dalam menyusun strategi pembelajaran.
Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) matematika, alat peraga berperan membantu siswa
menguasai pengetahuan tentang konsep matematika yang dipelajari dalam KBM.
Sebagai contoh: kotak kapur, kotak kue sebagai model geometri ruang berfungsi
sebagai alat peraga apabila digunakan untuk mengajarkan konsep bangun ruang
balok. Sarana berperan membantu
proses belajar siswa dalam KBM untuk pembinaan keterampilan maupun untuk
pemahaman konsep.[20]
B.
Pembelajaran Matematika
dengan Pendekatan Kontekstual
1.
Pengertian Contextual
Teaching and Learning
CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk
membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang dipelajari dengan
menghubungkan pokok materi pelajaran dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.[21]
Strategi Pembelajaran ini juga dapat
diartikan sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan memotivasi siswa memahami
materi pelajaran dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
sehari-hari, sehingga siswa memiliki pengetahuan secara fleksibel dapat
diterapkan dari satu konteks ke yang lainnya.
Dalam pembelajaran ini, Guru lebih
banyak berurusan dengan strategi daripada memberikan informasi. Strategi
dianggap lebih penting daripada hasil. Pembelajaran berlangsung secara alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran ini sangat membantu guru untuk
mengaitkan materi dengan kondisi nyata yang sedang dihadapi siswa, dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan dalam
kehidupannya dengan melibatkan komponen pembelajaran efektif, seperti:
kontruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, dan
penilaian.[22]
2.
Komponen CTL
Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru
dalam pembelajarannya menghubungkan antara materi yang akan diajarkannya dengan
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai berikut.
a.
Mengembangkan pemikiran
bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk
bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
baru (constructivism).
b.
Membentuk grup belajar yang
saling tergantung (interdependent learning groups) yaitu agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain, maka pembelajaran hendaknya selalu dilaksanakan
dalam kelompok-kelompok belajar atau proses pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam kelompok.
c.
Memfasilitasi kegiatan
penemuan (inquiry), yaitu agar
siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri
(bukan hasil mengingat sejumlah fakta).
d.
Mengembangkan sifat ingin
tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (questioning). Bertanya
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan memahami
kemampuan berpikir siswa, sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya untuk menggali
informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan menunjukkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan antara siswa
dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa
dengan orang baru yang didatangkan di kelas.
e.
Pemodelan (modeling), maksudnya
dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru. Guru memberi model
tentang bagaimana cara belajar, namun demikian guru bukan satu-satunya model.
Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau dapat juga mendatangkan dari
luar.
f.
Refleksi (reflection),
adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu, kuncinya adalah
bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa.
g. Penilaian sesungguhnya (authentic assesment), adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar
siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu
siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan
ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode
pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil, dan
dengan berbagai cara, tes hanya salah satunya. Itulah hakekat penilaian yang
sebenarnya.[23]
3. Pendekatan Pengajaran yang Menggunakan CTL
a. Pembelajaran berdasar masalah (problem-based learning), yaitu
suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi
dari materi pelajaran.
b. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu suatu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok pembelajaran kecil dimana
siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
c. Pembelajaran berdasar project (project-based learning),
yaitu suatu pendekatan yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam
mengkonstruksi atau membangun pembelajarannya (pengetahuan dan keterampilan
baru), dan mencapai hasil puncak yang nyata.
d. Pembelajaran pelayanan (service learning), yaitu pendekatan
pembelajaran yang menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru dan
berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui proyek atau
tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
e. Pembelajaran berdasar kerja (work-based learning), yaitu
suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks
tempat kerja untuk mempelajari materi ajar dan menggunakannya kembali di tempat
kerja [24]
Dalam pembelajaran matematika dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut.
a.
Memahami
masalah, yang berarti dapat merumuskan permasalahan yaitu mengenal apa
yang diketahui, ditanyakan dan syarat-syaratnya.
b.
Membuat
model matematika atau strategi memecahkan masalah, yaitu dapat dengan mencoba-coba, membuat tabel, gambar atau diagram,
mencobakan pada soal yang lebih sederhana, menemukan pola, mempertimbangkan
setiap kemungkinan, berpikir logis, bergerak dari belakang, mengabaikan hal
yang tidak mungkin, atau menggunakan deduksi.
c.
Menyelesaikan
masalah atau melaksanakan prosedur penyelesaian,
yaitu melaksanakan model atau strategi memecahkan masalah yang telah dibuat.
d.
Menafsirkan
solusinya, yaitu mengkomunikasikan perolehan hasil
pemecahan masalah dengan pemeriksaan hasil pemecahan masalah.[25]
C.
Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI)
1.
Definisi PMRI
Secara garis besar PMRI adalah suatu teori pembelajaran yang telah
dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistic ini sejalan
dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang
didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang
matematika dan mengembangkan daya nalar.
[26]
2.
Ciri-ciri PMRI
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan
pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menggunakan masalah
kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai kegiatan sehari-hari manusia,
sehingga memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa
(masalah kontekstual yang realistik bagi siswa) merupakan bagian yang sangat
penting.
b. Menggunakan model, yaitu
belajar matematika berarti bekerja dengan alat matematis hasil matematisasi
horisontal.
c. Menggunakan hasil dan
konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi kesempatan untuk menemukan
konsep-konsep matematis, di bawah bimbingan guru.
d. Pembelajaran terfokus pada siswa
e. Terjadi interaksi antara
murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi kegiatan memecahkan masalah
kontekstual yang realistik, mengorganisasikan pengalaman matematis, dan
mendiskusikan hasilhasil pemecahan masalah tersebut.[27]
3. Pelaksanaan PMRI
Untuk dapat melaksanakan PMRI kita harus tahu prinsip-prinip yang digunakan
PMRI. PMRI menggunakan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a.
Guided
Re-invention atau Menemukan Kembali
Secara Seimbang.
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan matematisasi
dengan masalah kontekstual yang realistik bagi siswa dengan bantuan dari guru.
Siswa didorong untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya, selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan dapat ditemukan sifat, definisi, teorema, ataupun aturan oleh siswa sendiri.
b. Didactical Phenomenology
atau Fenomena Didaktik.
Pembelajaran matematika yang cenderung berorientasi kepada memberi
informasi dan menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali
pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkannya.
Dalam memecahkan masalah tersebut, siswa
diharapkan dapat melangkah ke arah matematisasi
horisontal dan matematisasi
vertikal. De Lange menyebutkan
proses matematisasi horisontal antara lain meliputi proses
atau langkah-langkah informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah (soal), membuat model, membuat skema, menemukan hubungan, dan
lain-lain, sedangkan matematisasi
vertikal, antara lain meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan
suatu formula (rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai model,
merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi, dan sebagainya. Proses
matematisasi horisontal-vertikal inilah yang diharapkan dapat member
kemungkinan siswa lebih mudah memahami matematika yang berobyek abstrak. Dengan
demikian, siswa mulai dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat,
karena cara yang digunakan siswa satu dengan yang lain berbeda atau bahkan
berbeda dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga benar.
c. Self-delevoped Models atau
model dibangun sendiri oleh siswa.
Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam
proses matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan
kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok, dengan
sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model pemecahan masalah buatan
siswa. Dalam pembelajaran matematika
realistik diharapkan terjadi urutan ”situasi nyata” → ”model dari situasi itu” →
”model kearah formal” →”pengetahuan formal”.[28]
4.
Prinsip PMRI
Berkaitan dengan penggunaan masalah kontekstual yang realistik, ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut.
a.
Titik awal pembelajaran
harus benar-benar hal yang realistik, sesuai dengan pengalaman siswa, termasuk
cara matematis yang sudah dimiliki oleh siswa, supaya siswa dapat melibatkan
dirinya dalam kegiatan belajar secara bermakna.
b.
Urutan pembelajaran harus
memuat bagian yang melibatkan aktivitas yang diharapkan membantu siswa untuk
menciptakan dan menjelaskan model simbolik dari kegiatan matematis informalnya.
c.
siswa harus terlibat secara interaktif
dan memecahkan masalah kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami pekerjaan
(solusi) temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau
tidak setuju dengan solusi temannya, menanyakan alternative pemecahan masalah,
dan merefleksikan solusi-solusi itu.[29]
5.
Karakteristik PMRI
a.
Prinsip aktivitas, siswa
harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika.
b.
Prinsip realitas, yaitu
pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-masalah yang dapat dibayangkan
oleh siswa.
c.
Prinsip berjenjang, artinya
dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari
mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara
informal, melalui skematisasi memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang
mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.
d.
Prinsip jalinan, artinya
berbagai topik dalam matematika terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat
melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik.
e.
Prinsip interaksi, yaitu
matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan
kesempatan menyampaikan strateginya dalam menyelesaikan suatu masalah kepada
yang lain secara aktif.
f.
Prinsip bimbingan, yaitu
siswa diberi kesempatan terbimbing untuk menemukan (re-invention) pengetahuan matematika.[30]
6.
Konsepsi PMRI
a.
Konsepsi PMRI tentang
Siswa adalah sebagai berikut
1) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide
matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
2)
Siswa memperoleh pengetahuan
baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
3)
Pembentukan pengetahuan
merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,
penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.
4)
Pengetahuan baru yang dibangun
oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
5)
Setiap siswa tanpa memandang
ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.
b.
Konsepsi PMRI tentang
Guru adalah sebagai berikut
1)
Guru sebagai fasilitator
dalam pembelajaran.
2)
Guru membangun pembelajaran
yang interaktif.
3)
Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dan secara
aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan real.
4)
Guru tidak terpancang pada
materi yang ada di dalam kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan
dunia real, baik fisik maupun sosial.
c.
Konsepsi PMRI tentang
Pembelajaran
1)
Memulai pembelajaran dengan
mengajukan masalah (soal) yang real bagi siswa sesuai dengan pengalaman
dan tingkat pengetahuannya;
2)
Permasalahan yang diberikan
harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran
tersebut.
3)
Siswa mengembangkan model-model
simbolik secara informal terhadap permasalahan yang diajukan.
4)
Pembelajaran berlangsung secara
interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang
diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban
temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang
lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau
terhadap hasil pembelajaran.
7.
Asesmen dalam PMRI
a.
Prinsip Asesmen
1) Tujuan utama adalah untuk memperbaiki pembelajaran dan hasil
belajar. Ini berarti asesmen harus mengukur siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung dalam satuan pelajaran.
2) Metode asesmen harus memungkinkan siswa mendemonstrasikan apa yang
mereka ketahui bukannya apa yang mereka tidak ketahui. Hal itu dapat dibimbing
dengan menyediakan soal-soal yang memungkinkan banyak jawaban dengan berbagai
strategi.
3) tujuan tes itu sendiri dan mekanisme tes harus disederhanakan
dengan menyediakan kepada siswa tes-tes yang benar-benar kita ketahui apakah
mereka memahami soal tersebut.
4) perangkat asesmen harus praktis, memungkinkan dapat diterapkan di
suasana sekolah, dan kemungkinan dapat diterima di luar akal. [31]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan materi di atas, dapat diambil kesimpulan
secara umum mengenai bab strategi pembelajaran matematika di MI, sebagai
berikut:
1.
Strategi pembelajaran
merupakan pengkombinasian urutan kegiatan, baik itu pengorganisasian materi
pelajaran dengan siswa, peralatan atau bahan, serta waktu yang digunakan dalam
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
2.
CTL merupakan suatu proses
pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang
sedang dipelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari
3.
Secara garis besar PMRI
adalah suatu teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk
matematika. Konsep matematika realistic ini sejalan dengan kebutuhan untuk
memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan
bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan
daya nalar.
B.
Saran
Dalam menyusun makalah ini, kami menyadari masih ada kekurangan baik
materi maupun penulisan. Jadi kami menyarankan agar pembaca makalah ini membaca
referensi dari buku-buku lain untuk melengkapi atau menambah pengetahuan
tentang strategi pembelajaran matematika. Saran dari semua pihak akan kami
kumpulkan untuk memberi semangat dan acuan dalam penulisan makalah kami yang
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Majid.
2014. Strategi Pembelajaran. Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA.
Supinah dan
Agus. 2009. STRATEGI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA SEKOLAH DASAR. Sleman: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.
http://ainamulyana.blogspot.com/2015/02/model-pembelajaran-dan-model.html
diakses pada 11 Maret 2017 Pukul 21:46 WIB
[1]
Supinah dan Agus, STRATEGI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA SEKOLAH DASAR, (Sleman: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, 2009), 1.
[2] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT
REMAJA ROSDAKARYA, 2014), 3.
[3] Ibid, 4.
[4]
Supinah dan Agus, STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH
DASAR, (Sleman: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, 2009), 8.
[5] Ibid, 11-14.
[6] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT
REMAJA ROSDAKARYA, 2014), 193.
[7] Ibid, 194.
[8] Supinah dan Agus, STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH
DASAR, (Sleman: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, 2009), 15.
[9] Ibid, 15.
[10] Ibid, 16.
[11] Ibid, 17.
[12] Ibid, 17.
[13] Ibid, 18.
[14] Ibid, 19.
[15]
Ibid, 19.
[16] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT
REMAJA ROSDAKARYA, 2014), 210-211.
[17] Ibid, 214.
[18]Supinah dan Agus, STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH
DASAR, (Sleman: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, 2009), 21-22.
[20] Ibid, 23.
[21] Ibid, 40.
[22] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT
REMAJA ROSDAKARYA, 2014), 228.
[23] Supinah dan Agus, STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH
DASAR, (Sleman: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, 2009), 40-41.
[24] Ibid, 42.
[25] Ibid, 47.
[26] Ibid, 71.
[27] Ibid, 71.
[28] Ibid, 72-74.
[29] Ibid, 74-75.
[30] Ibid, 75.
[31] Ibid, 76-77.
Comments
Post a Comment