BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan di Indonesia kini terus dikembangkan, terutama
sejak reformasi bergulir tahun 1998. Hal ini ditandai dengan lahirnya
Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 1999, yang belakangan direvisi oleh oleh UU
Nomor 32 tahun 2004, dan kini direvisi lagi dengan UU Nomor 23 tahun 2014. Dan,
salah satu agenda reformasinya adalah pendelegasian kewenangan pengelolaan
pendidikan pada pemerintah daerah. Hanya saja, kewenangan pemerintah daerah
terbatas pada aspek pembiayaan, sumber daya manusia dan sarana-prasarana.
Sementara untuk aspek-aspek menyangkut kurikulum, pembelajaran, evaluasi dan
pengukuran, sarana dan alat pembelajaran, metode dan waktu belajar, buku teks
serta alokasi belanja dan penggunaan anggaran, semuanya menjadi kewenangan
sekolah. Dalam hal ini, maka kepala sekolah dan para guru dituntut bertanggung
jawab terhadap kualitas proses dan hasil belajar guna meningkatkan mutu
pendidikan secara nasional.[1]
Inilah era reformasi pendidikan yang sangat monumental dalam
sejarah pendidikan di Indonesia, dimana otoritas yang sangat besar diberikan
langsung pada sekolah atau madrasah. Sekolah bisa mengembangkan inovasinya
masing-masing dalam mengembangkan perlakuan pada siswa dalam belajar, bahkan
sekolah diberi kewenangan untuk menetapkan apakah akan fullday school
atau partday school dalam penggunaan waktu belajar. Selain itu, apakah
sekolah akan menyusun sendiri buku teks yang diajarkan sesuai dengan kurikulum
yang disepakati, atau membeli buku-buku karya guru lainnya? Dalam hal ini, hal
terpenting sekaligus menjadi tekannya adalah bahwa di end product-nya
siswa berprestasi, siap diuji, sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan
oleh pemerintah atas usulan masyarakat. Karena itu, bila prestasi siswa
menurun, maka masyarakat tidak bisa menyalahkan kantor dinas pendidikan
kabupaten/kota. Sebaliknya, mereka bisa bertanya pada kepala sekolah/madrasah
dan para gurunya, karena soal kurikulum dan pembelajaran seluruhnya menjadi
kewenangan penuh sekolah.
Berkaca pada agenda reformasi demikian, maka kepala
sekolah/madrasah mendapat tuntutan peran yang sangat besar. Dia harus kuat dan
memiliki strong leadership untuk mendorong seluruh gurunya bekerja total
dalam mendidik murid-muridnya, memiliki visi untuk kemajuan sekolah, konsisten
dengan visinya, tapi tetap demokratis dan menghargai pandangan para koleganya.
Kepala sekolah juga harus memiliki ekspektasi yang baik pada para siswanya,
memberikan penguatan basic skill untuk anak didiknya, sehingga bisa
berkembang dengan baik dalam profesi apapun, dan mampu menciptakan suasanan
yang kondusif untuk para guru dan karyawan bekerja, serta menciptakan suasana
yang nyaman untuk para siswa belajar.[2]Selanjutnya, Kepala sekolah
juga harus dedikatif untuk sekolahnya, dan bekerja total bagi kemajuan
sekolahnya. Lantas sekarang, apa yang harus dilakukan kepala sekolah agar
proses dan produk pendidikannya berkualitas?
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kepala sekolah?
2. Apa fungsi kepala sekolah?
3. Bagaimana peran dari kepala sekolah?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEPALA SEKOLAH
Secara etimologi kepala sekolah adalah guru
yang memimpin sekolah. Berarti
secara terminology kepala sekolah dapat diartikan sebagai tenaga fungsional guru yang diberikan tugas tambahan
untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar
atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran.
Kepala Sekolah adalah pimpinan tertinggi di
sekolah. Pola kepemimpinananya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan
kemajuan sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern kepemimpinan kepala
sekolah merupakan jabatan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan.[2]
B. FUNGSI KEPALA SEKOLAH
Soewadji Lazaruth menjelaskan 3 fungsi kepala
sekolah, yaitu sebagai administrator pendidikan, supervisor pendidikan, dan
pemimpin pendidikan. Kepala sekolah berfungsi sebagai administrator pendidikan
berarti untuk meningkatkan mutu sekolahnya, seorang kepala sekolah dapat
memperbaiki dan mengembangkan fasilitas sekolahnya misalnya gedung,
perlengkapan atau peralatan dan lain-lain yang tercakup dalam bidang
administrasi pendidikan. Lalu jika kepala sekolah berfungsi sebagai supervisor
pendidikan berarti usaha peningkatan mutu dapat pula dilakukan dengan cara
peningkatan mutu guru-guru dan seluruh staf sekolah, misalnya melalui
rapat-rapat, observasi kelas, perpustakaan dan lain sebagainya. Dan kepala
sekolah berfungsi sebagai pemimpin pendidikan berarti peningkatan mutu akan
berjalan dengan baik apabila guru bersifat terbuka, kreatif dan memiliki
semangat kerja yang tinggi. Suasana yang demikian ditentukan oleh bentuk dan
sifat kepemimpinan yang dilakukan kepala sekolah.[3]
Itulah pendapat Soewadji Lazaruth dalam bukunya Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya, yang kurang lebih sama dengan pendapat E. Mulyasa dalam bukunya Menjadi Kepala Sekolah Profesional, seperti di bawah ini.
Menurut E. Mulyasa, kepala sekolah mempunyai
7 fungsi utama, yaitu:[4]
1. Kepala
Sekolah Sebagai Educator (Pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru
merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah
yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan
kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan
tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa
berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan
kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan
efisien.
2. Kepala
Sekolah Sebagai Manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan
kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan
profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi
dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan
kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan
pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti: MGMP/MGP tingkat
sekolah, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah,
seperti kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan
pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala
Sekolah Sebagai Administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya
peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar
sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan
mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala
sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya
peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala
Sekolah Sebagai Supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara
berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat
dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran
secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang
digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil
supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang
bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut
tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus
mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Sebagaimana
disampaikan oleh Sudarwan Danim mengemukakan bahwa menghadapi kurikulum yang berisi
perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi
pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan
bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa
kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil
seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru,
sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.
5. Kepala
Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah
seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat
mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru? Dalam teori kepemimpinan
setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam
rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan
kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan yang ada. Mulyasa menyebutkan kepemimpinan seseorang
sangat berkaitan dengan kepribadian, dan kepribadian kepala sekolah sebagai
pemimpin akan tercermin sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya
diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5)
berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.
6. Kepala Sekolah Sebagai Inovator
Dalam
rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus
memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan
lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan
teladan kepada seluruh tenaga kependidikan sekolah, dan mengembangkan model
model pembelajaran yang inofatif. Kepala sekolah sebagai inovator akan
tercermin dari cara cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif,
delegatif, integratif, rasional, objektif, pragmatis, keteladanan
7. Kepala Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi
yang tepat untuk memberikan motivasi tenaga kependidikan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan
lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan
secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan
Pusat Sumber Belajar (PSB).
C. PERAN KEPALA SEKOLAH
Penelitian
tentang harapan peranan kepala sekolah sangat penting bagi guru-guru dan
murid-murid. Pada umumnya kepala sekolah memiliki tanggung jawab sebagai
pemimpin di bidang pengajaran, pengembangan kurikulum, administrasi kesiswaan,
administrasi personalia staf, hubungan masyarakat, administrasi school plant,
dan perlengkapan serta organisasi sekolah. Dalam memberdayakan masyarakat dan
lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus
menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan
apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Cara kerja kepala
sekolah dan cara ia memandang peranannya dipengaruhi oleh kepribadiannya,
persiapan dan pengalaman profesionalnya, serta ketetapan yang dibuat oleh
sekolah mengenai peranan kepala sekolah di bidang pengajaran. Pelayanan
pendidikan dalam dinas bagi administrator sekolah dapat memperjelas
harapan-harapan atas peranan kepala sekolah.
Menurut
Purwanto, bahwa seorang kepala sekolah mempunyai sepuluh macam peranan, yaitu :
“Sebagai pelaksana, perencana, seorang ahli, mengawasi hubungan antara
anggota-anggota, menwakili kelompok, bertindak sebagai pemberi ganjaran,
bertindak sebagai wasit, pemegang tanggung jawab, sebagai seorang pencipta, dan
sebagai seorang ayah.”[5]
1.
Sebagai
pelaksana (executive). Seorang pemimpin tidak boleh memaksakan kehendak sendiri
terhadap kelompoknya. Ia harus berusaha memenuhi kehendak dan kebutuhan
kelompoknya, juga program atau rencana yang telah ditetapkan bersama
2.
Sebagai
perencana (planner). Sebagai kepala sekolah yang baik harus pandai membuat dan
menyusun perencanaan, sehingga segala sesuatu yang akan diperbuatnya bukan
secara sembarangan saja, tatapi segala tindakan diperhitungkan dan bertujuan.
3.
Sebagai
seorang ahli (expert). Ia haruslah mempunyai keahlian terutama yang berhubungan
dengan tugas jabatan kepemimpinan yang dipegangnya.
4.
Mengawasi
hubungan antara anggota-anggota kelompok (contoller of internal relationship).
Menjaga jangan sampai terjadi perselisihan dan berusaha mambangun hubungan yang
harmonis.
5.
Mewakili
kelompok (group representative). Ia harus menyadari, bahwa baik buruk
tindakannya di luar kelompoknya mencerminkan baik buruk kelompok yang
dipimpinnya.
6.
Bertindak
sebagai pemberi ganjaran / pujian dan hukuman.. Ia harus membesarkan hati
anggota-anggota yang bekerja dan banyak sumbangan terhadap kelompoknya.
7.
Bertindak
sebagai wasit dan penengah (arbitrator and modiator). Dalam menyelesaikan
perselisihan atau menerima pengaduan antara anggota-anggotanya ia harus dapat
bertindak tegas, tidak pilih kasih atau mementingkan salah satu anggotanya.
8.
Pemegang
tanggung jawab para anggota kelompoknya. Ia haruslah bertanggung jawab terhadap
perbuatan-perbuatan anggota-anggotanya yang dilakukan atas nama kelompoknya.
9.
Sebagai
pencipta/memiliki cita-cita (idiologist). Seorang pemimpin hendaknya mempunyai
kosepsi yang baik dan realistis, sehingga dalam menjalankan kepemimpinannya
mempunyai garis yang tegas menuju kearah yang dicita-citakan.
10. Bertindak sebagai ayah (father
figure). Tindakan pemimpin terhadap anak buah/kelompoknya hendaknya
mencerminkan tindakan seorang ayah terhadap anak buahnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas mengenai peran kepala sekolah, maka dapat disimpulkan
beberapa bahasan pokok, antara lain:
1. Kepala Sekolah
adalah pimpinan tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinananya akan sangat
berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah
2. Kepala
sekolah berfungsi sebagai administrator pendidikan berarti untuk meningkatkan
mutu sekolahnya, seorang kepala sekolah dapat memperbaiki dan mengembangkan
fasilitas sekolahnya misalnya gedung, perlengkapan atau peralatan dan lain-lain
yang tercakup dalam bidang administrasi pendidikan. Lalu jika kepala sekolah
berfungsi sebagai supervisor pendidikan berarti usaha peningkatan mutu dapat
pula dilakukan dengan cara peningkatan mutu guru-guru dan seluruh staf sekolah,
misalnya melalui rapat-rapat, observasi kelas, perpustakaan dan lain
sebagainya. Dan kepala sekolah berfungsi sebagai pemimpin pendidikan berarti
peningkatan mutu akan berjalan dengan baik apabila guru bersifat terbuka,
kreatif dan memiliki semangat kerja yang tinggi.
3. Kepala sekolah mempunyai sepuluh
macam peranan, yaitu : “Sebagai pelaksana, perencana, seorang ahli, mengawasi
hubungan antara anggota-anggota, menwakili kelompok, bertindak sebagai pemberi
ganjaran, bertindak sebagai wasit, pemegang tanggung jawab, sebagai seorang
pencipta, dan sebagai seorang ayah.”
B. SARAN
Dalam menyusun makalah ini, kami
menyadari masih ada kekurangan baik materi maupun penulisan. Jadi kami
menyarankan agar pembaca makalah ini membaca referensi dari buku-buku lain
untuk melengkapi atau menambah pengetahuan tentang desain dan macam-macam model
penilaian kelas. Saran dari semua pihak akan kami kumpulkan untuk memberi
semangat dan acuan dalam penulisan makalah kami yang selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Lazaruth,
Soewadji. 1994. Kepala Sekolah dan
Tanggung Jawabnya. Yogyakarta: Kanisius.
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Poerwadarminto,
W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Purwanto, Ngalim. 2002. Administrasi Dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Rosyada, Dede.
2013. Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model pelibatan Masyarakat
dalam Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
[1] Dede
Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model pelibatan Masyarakat
dalam Pendidikan (Jakarta: Preanada Media, 2013), 11.
[2]
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 482.
[3] Soewadji Lazaruth, Kepala
Sekolah dan Tanggung Jawabnya (Yogyakarta: Kanisius, 1994), cet. VI, 20.
[4] E. Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), 98-122.
[5] Ngalim Purwanto, Administrasi Dan Supervisi Pendidikan
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), 65.
Comments
Post a Comment