SEJARAH JENDERAL SOEDIRMAN


Sejarah Pramuka Indonesia
Scouting yang di kenal di Indonesia dikenal dengan istilah Kepramukaan, dikembangkan oleh Lord Baden Powell sebagai cara membina kaum muda di Inggris yang terlibat dalam kekerasan dan tindak kejahatan, beliau menerapkan scouting secara intensif kepada 21 orang pemuda dengan berkemah di pulau Brownsea selama 8 hari pada tahun 1907. Pengalaman keberhasilan Baden Powell sebelum dan sesudah perkemahan di Brownsea ditulis dalam buku yang berjudul “Scouting for Boy”.
Melalui buku “Scouting for Boy” itulah kepanduan berkembang termasuk di Indonesia.Pada kurun waktu tahun 1950-1960 organisasi kepanduan tumbuh semakin banyak jumlah dan ragamnya, bahkan diantaranya merupakan organisasi kepanduan yang berafiliasi pada partai politik, tentunya hal itu menyalahi prinsip dasar dan metode kepanduan.
Keberadaan kepanduan seperti ini dinilai tidak efektif dan tidak dapat mengimbangi perkembangan jaman serta kurang bermanfaat dalam mendukung pembangunan Bangsa dan pembangunan generasi muda yang melestarikan persatuan dan kesatuan Bangsa.
Memperhatikan keadaan yang demikian itu dan atas dorongan para tokoh kepanduan saat itu, serta bertolak dari ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960, Presiden Soekarno selaku mandataris MPRS pada tanggal 9 maret 1961 memberikan amanat kepada pimpinan Pandu di Istana Merdeka. Beliau merasa berkewajiban melaksanakan amanat MPRS, untuk lebih mengefektifkan organisasi kepanduan sebagai satu komponen bangsa yang potensial dalam pembangunan bangsa dan negara.
Oleh karena itu beliau menyatakan pembubaran organsiasi kepanduan di Indonesia dan meleburnya ke dalam suatu organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang tunggal bernama GERAKAN PRAMUKA yang diberi tugas melaksanakan pendidikan kepanduan kepada anak-anak dan pemuda Indoneisa.Gerakan Pramuka dengan lambang TUNAS KELAPA di bentuk dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961.
Meskipun Gearakan Pramuka keberadaannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 tahun 1961, namun secara resmi Gerakan Pramuka diperkenalkan kepada khalayak pada tanggal 14 Agustus 1961 sesaat setelah Presiden Republik Indonesia menganugrahkan Panji Gerakan Pramuka dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 448 Tahun 1961. Sejak itulah maka tanggal 14 Agustus dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun Gerakan Pramuka.
Perkembangan Gerakan Pramuka mengalami pasang surut dan pada kurun waktu tertentu kurang dirasakan pentingnya oleh kaum muda, akibatnya pewarisan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila dalam pembentukan kepribadian kaum muda yang merupakan inti dari pendidikan kepramukaan tidak optimal.Menyadari hal tersebut maka pada peringatan Hari Ulang Tahun Gerakan Pramuka ke-45 Tahun 2006, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Revitalisasi Gerakan Pramuka. Pelaksanaan Revitalisasi Gerakan Pramuka yang antara lain dalam upaya pemantapan organisasi Gerakan Pramuka telah menghasilkan terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang GERAKAN PRAMUKA.
Sejarah Pramuka Dunia 
Kalau kita mempelajari sejarah pendidikan kepramukaan kita tidak dapat lepas dari riwayat hidup pendiri gerakan kepramukaan sedunia Lord Robert Baden Powell of Gilwell.
Hal ini disebabkan pengalaman beliaulah yang mendasari pembinaan remaja di negara Inggris.Pembinaan remaja inilah yang kemudian tumbuh berkembang menjadi gerakan kepramukaan.
Lahir tanggal 22 Pebruari 1857 dengan nama Robert Stephenson Smyth. Ayahnya bernama powell seorang Professor Geometry di Universitas Oxford, yang meninggal ketika Stephenson masih kecil.
Pengalaman Baden Powell yang berpengaruh pada kegiatan kepramukaan banyak sekali dan menarik diantaranya :
1.                  Karena ditinggal bapak sejak kecil, maka mendapatkan pembinaan watak ibunya.
2.                  Dari kakaknya mendapat latihan keterampilan berlayar, berenang, berkemah, olah raga dan lain-lainnya.
3.      Sifat Baden Powell yang sangat cerdas, gembira, lucu, suka main musik, bersandiwara, berolah raga, mengarang dan menggambar sehingga disukai teman-temannya.
4.      Pengalaman di India sebagai pembantu Letnan pada Resimen 13 Kavaleri yang berhasil mengikuti jejak kuda yang hilang di puncak gunung serta keberhasilan melatih panca indera kepada Kimball O’Hara.
5.      Terkepung bangsa Boer di kota Mafeking, Afrika Selatan selama 127 hari dan kekurangan makan.
6.      Pengalaman mengalahkan Kerajaan Zulu di Afrika dan mengambil kalung manik kayu milik Raja Dinizulu.
Pengalaman ini ditulis dalam buku “Aids To Scouting” yang merupakan petunjuk bagi Tentara muda Inggris agar dapat melaksanakan tugas penyelidik dengan baik. William Smyth seorang pimpinan Boys Brigade di Inggris minta agar Baden Powell melatih anggotanya sesuai dengan pengalaman beliau itu. Kemudian dipanggil 21 pemuda dari Boys Brigade di berbagai wilayah Inggris, diajak berkemah dan berlatih di pulau Browns Sea pada tanggal 25 Juli 1907 selama 8 hari.
Tahun 1910 BP pensiun dari tentara dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal.Pada tahun 1912 menikah dengan Ovale St. Clair Soames dan dianugerahi 3 orang anak. Beliau mendapat titel Lord dari Raja George pada tahun 1929 Baden Powell meninggal tanggal 8 Januari 1941 di Nyeri, Kenya, Afrika.
Awal tahun 1908 Baden Powell menulis pengalamannya untuk acara latihan kepramukaan yang dirintisnya. Kumpulan tulisannya ini dibuat buku dengan judul “Scouting For Boys”. Buku ini cepat tersebar di Inggris dan negara-negara lain yang kemudian berdiri organisasi kepramukaan yang semula hanya untuk laki-laki dengan nama Boys Scout.
Tahun 1912 atas bantuan adik perempuan beliau, Agnes didirikan organisasi kepramukaan untuk wanita dengan nama Girl Guides yang kemudian diteruskan oleh istri beliau.
Tahun 1916 berdiri kelompok pramuka usia siaga dengan nama CUB (anak serigala) dengan buku The Jungle Book karangan Rudyard Kipling sebagai pedoman kegiatannya. Buku ini bercerita tentang Mowgli si anak rimba yang dipelihara di hutan oleh induk serigala.
Tahun 1918 beliau membentuk Rover Scout bagi mereka yang telah berusia 17 tahun. Tahun 1922 beliau menerbitkan buku Rovering To Success (Mengembara Menuju Bahagia). Buku ini menggambarkan seorang pemuda yang harus mengayuh sampannya menuju ke pantai bahagia.
Ø  Tahun 1920 diselenggarakan Jambore Dunia yang pertama di Olympia Hall, London.Beliau mengundang pramuka dari 27 Negara dan pada saat itu Baden Powell diangkat sebagai Bapak Pandu Sedunia (Chief Scout of The World).
Ø  Tahun 1924 Jambore II di Ermelunden, Copenhagen, Denmark
Ø  Tahun 1929 Jambore III di Arrow Park, Birkenhead, Inggris
Ø  Tahun 1933 Jambore IV di Godollo, Budapest, Hongaria
Ø  Tahun 1937 Jambore V di Vogelenzang, Blomendaal, Belanda
Ø  Tahun 1947 Jambore VI di Moisson, Perancis
Ø  Tahun 1951 Jambore VII di Salz Kamergut, Austria
Ø  Tahun 1955 Jambore VIII di sutton Park, Sutton Coldfild, Inggris
Ø  Tahun 1959 Jambore IX di Makiling, Philipina
Ø  Tahun 1963 Jambore X di Marathon, Yunani
Ø  Tahun 1967 Jambore XI di Idaho, Amerika Serikat
Ø  Tahun 1971 Jambore XII di Asagiri, Jepang
Ø  Tahun 1975 Jambore XIII di Lillehammer, Norwegia
Ø  Tahun 1979 Jambore XIV di Neishaboor, Iran tetapi dibatalkan
Ø  Tahun 1983 Jambore XV di Kananaskis, Alberta, Kanada
Ø  Tahun 1987 Jambore XVI di Cataract Scout Park, Australia
Ø  Tahun 1991 Jambore XVII di Korea Selatan
Ø  Tahun 1995 Jambore XVIII di Belanda
Ø  Tahun 1999 Jambore XIX di Chili, Amerika Selatan
Ø  Tahun 2003 Jambore XX di Thailand
Tahun 1914 beliau menulis petunjuk untuk kursus Pembina Pramuka dan baru dapat terlaksana tahun 1919. Dari sahabatnya yang bernama W.F. de Bois Maclarren, beliau mendapat sebidang tanah di Chingford yang kemudian digunakan sebagai tempat pendidikan Pembina Pramuka dengan nama Gilwell Park.
Tahun 1920 dibentuk Dewan Internasional dengan 9 orang anggota dan Biro Sekretariatnya di London, Inggris dan tahun 1958 Biro Kepramukaan sedunia dipindahkan dari London ke Ottawa Kanada. Tanggal 1 Mei 1968 Biro kepramukaan Sedunia dipindahkan lagi ke Geneva, Swiss.
Sejak tahun 1920 sampai 19 Kepala Biro Kepramukaan Sedunia dipegang berturut-turut oleh Hebert Martin (Inggris). Kolonel J.S. Nilson (Inggris), Mayjen D.C. Spry (Kanada) yang pada tahun 1965 diganti oleh R.T. Lund 1 Mei 1968 diganti lagi oleh DR. Laszio Nagy sebagai Sekjen.
Biro Kepramukaan sedunia Putra mempunyai 5 kantor kawasan yaitu Costa Rica, Mesir, Philipina, Swiss dan Nigeria. Sedangkan Biro kepramukaan Sedunia Putri bermarkas di London dengan 5 kantor kawasan di Eropa, Asia Pasifik, Arab, Afrika dan Amerika Latin.
Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
17 Agustus 1945 Lengkap - Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan tanggal istimewa bagi rakyat Indonesia, karena pada tanggal tersebut Republik Indonesia mulai berdiri, Republik Indonesia mulai dikumandangkan kemerdekaannya oleh sang proklamator Soekarno dan M Hatta. Sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, banyak peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa terbesar dalam sejarah Indonesia tersebut.Bagi Anda yang belum tahu tentang sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, berikut ini ulasan selengkapnya.
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima, Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau Dokuritsu Junbi Cosakai, berganti nama menjadi PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya.Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km disebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus. Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru.Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI.Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang.Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan.Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana--yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dinihari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apapun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs.Moh.Hatta kembali ke Jakarta.Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing.
Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militerJepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarangJl. Proklamasi no. 1).
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari.Teks proklamasi ditulis diruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1.Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo.Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.
Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta 
Acara dimulai pada pukul 10:00 WIB dengan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan indonesia oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih ( Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak.Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.
Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M. Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Itulah uraian tentang sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang perlu Anda ketahui. Kini sudah 70 tahun Indonesia merdeka, sudah saatnya kita mengisi kemerdekaan Indonesia dengan belajar, bekerja dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai ini. Dirgahayu Republik Indonesia, MERDEKA !!.
Ia mungkin telah jadi ikon: sepotong jalan utama dan sebuah universitas negeri telah menggunakan namanya. Raut lelaki tirus itu pernah tertera pada sehelai uang kertas.
Di Jakarta, tubuhnya yang ringkih diabadikan dalam bentuk patung setinggi 6,5 meter di atas penyangga 5,5 meter. Menghadap utara, dibalut jas yang kedodoran, ia memberi hormat–entah kepada siapa.
Barangkali, hanya sedikit cerita yang kita ingat dari Soedirman–sejumput kenangan dari buku sejarah sekolah menengah.Ia panglima tentara yang pertama, orang yang keras hati. Ia pernah bergerilya dalam gering yang akut–tuberkulosis menggerogoti paru-parunya.
Sejak ia remaja, orang segan kepadanya: karena alim, dia dijuluki kaji. Ia aktif dalam gerakan Hizbul Wathan–kepanduan di bawah payung Muhammadiyah.
Dipilih melalui pemungutan suara sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat/Angkatan Perang Republik Indonesia pada 12 November 1945, Soedirman figur yang sulit dilewatkan begitu saja.Ia mungkin sudah ditakdirkan memimpin tentara.
Dengan banyak pengalaman, tak sulit baginya terpilih sebagai panglima dalam tiga tahap pengumpulan suara. Dia menyisihkan calon-calon lain, termasuk Oerip Soemohardjo–kandidat lain yang mengenyam pendidikan militer Belanda.
Kisah Seorang Perokok Berat
Soedirman adalah seorang perokok kelas berat.Ia merokok sejak remaja. Rokok kreteknya tak bermerek, tingwe alias nglinthing deweartinya meramu sendiri.Sepulang bergerilya, kondisi kesehatan Soedirman memburuk. Ia masuk Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, 63 tahun, putra bungsu Soedirman, ingat cerita ibunya, Siti Alfiah, bagaimana saat sakit bapaknya tetap ingin merokok.”Bapak dipaksa berhenti merokok oleh dokter.Karena perokok berat, Bapak tak bisa benar-benar meninggalkan rokok. Bapak meminta Ibu merokok dan meniupkan asap ke mukanya.”
Menurut Teguh, belakangan ibunya menjadi perokok. “Barangkali terdengar konyol, tapi Ibu berprinsip menaati perintah Bapak,” katanya.
Pada Ahad pagi, 29 Januari 1950, setelah lama terkulai lemas sejak Oktober di rumah peristirahatan tentara di Magelang, mendadak wajah Soedirman tampak cerah.Pagi itu, Ahmad Yani, Gatot Soebroto, serta beberapa petinggi militer dan sipil hadir. Tidak diketahui apa yang dibicarakan.“Waktu itu, menurut Ibu, tiba-tiba terdengar suara kaleng dan botol pecah mendadak.Bersamaan dengan itu, bendera di halaman melorot setengah tiang.Sampai Ibu bilang ke beberapa pengawal, ’Ah, itu hanya angin’.”
Setelah salat magrib, sebagaimana didengar dari Alfiah, Soedirman memanggil istrinya ke kamar.Di dalam, dia berkata, “Bu, aku sudah tidak kuat.Titip anak-anak.Tolong aku dibimbing tahlil.”Alfiah menuntunnya mengucap Laa Ilaha Illallah, dan Soedirman mengembuskan napas terakhir.
Asal-usul Keluarga Jenderal Soedirman
Soedirman lahir pada Senin Pon, 18 Maulud 1846 dalam almanak Jawa atau 24 Januari 1916 di Dukuh Rembang, Desa Bantar Barang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Purbalingga. Ia lahir dari rahim Siyem, wanita asal Purwokerto, istri Karsid Kartoworidji, seorang pekerja pabrik gula. Soedirman diurus dan tinggal di rumah asisten wedana di Rembang, Raden Tjokrosoenarjo dan istri Toeridowati. Bayi laki-laki itu diberi nama Soedirman.
Nama itu diberikan ayah angkatnya, Raden Tjokrosoenarjo, asisten wedana di Rembang, Purbalingga. Sejak lahir, ia memang langsung diurus dan tinggal di rumah pasangan Tjokrosoenarjo dan Toeridowati. Data Pusat Sejarah Tentara Nasional Indonesia menyebutkan, istri Tjokrosoenarjo adalah kakak kandung ibunda Soedirman.Sejak Soedirman masih di dalam kandungan, Tjokrosoenarjo sudah meminta izin Siyem agar kelak bisa merawat kemenakannya itu.
Setelah Soedirman berusia delapan bulan, Tjokrosoenarjo pensiun dari jabatannya. Berbekal duit pensiun 62,35 gulden, ia memboyong keluarganya, termasuk Soedirman dan orang tuanya, pindah ke sebuah rumah sederhana di Kampung Kemanggisan, Kelurahan Tambakreja, sebelah selatan pusat Kota Cilacap, Jawa Tengah. “Jadi, Bapak cuma numpang lahir di Purbalingga, lalu kehidupannya berlanjut di Cilacap,” kata Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, anak bungsu Soedirman, saat ditemui Tempo awal Oktober lalu.
Teguh bercerita, selama ini banyak buku dan literatur digital di dunia maya menulis ngawur soal asal-usul keluarganya. Dari sekian banyak buku tentang ayahnya, Teguh hanya percaya pada buku berjudul Doorstoot naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer karya wartawan senior Julius Pour terbitan 2005. “Walau bukan buku biografi Bapak, ceritanya cocok semua dengan cerita Ibu,” ujar bungsu dari sembilan putra-putri pasangan Soedirman dan Siti Alfiah itu.
Soal asal-usul keluarga sang Panglima Besar, Teguh mengatakan, berdasarkan pernyataan keluarga, Soedirman merupakan anak kandung Tjokrosoenarjo, Asisten Wedana Rembang, bukan anak angkat seperti yang selama ini tertulis di berbagai buku sejarah. “Belum ada satu pun buku yang menulis soal ini (versi keluarga),” katanya.
Tjokrosoenarjo wafat saat Soedirman masih menempuh sekolah guru di Cilacap pada sekitar 1936.Ia mewariskan seluruh hartanya kepada anak tunggalnya itu.
Siti Alfiah, istri Soedirman, beberapa kali berusaha meluruskan soal data sejarah ini, tapi selalu kandas. Janda Soedirman itu pernah berupaya meluruskannya pada 1960-1970-an. Namun, pihak Pusat Sejarah ABRI kala itu malah mengesahkan secara resmi sejarah orang tua Soedirman yang masih kontroversial tersebut lewat pengadilan.“Tapi aneh karena tak ada satu pun anggota keluarga yang diundang,” ujar Teguh.
Bagi Teguh, ibundanya adalah satu-satunya orang yang tahu persis soal riwayat sang Jenderal Besar. Sebab, semua dokumen yang berkaitan dengan Soedirman telah dilenyapkan demi kepentingan keamanan sebelum ia berangkat bergerilya.
Menurut Teguh, sejarawan Anhar Gonggong pernah memberinya saran agar ia menuliskan semua riwayat Soedirman dari sudut pandang dan pengakuan keluarga. Namun, hingga kini dia belum pernah mencoba melaksanakan saran Anhar itu. “Yang jelas, Bapak itu pahlawan nasional.Jasanya banyak, perlu jadi teladan bangsa ini.Itu saja cukup,” ucap Teguh.
Bintang Lapangan Sepak Bola 
Soedirman memasuki masa sekolah pada 1923. Kala itu, berkat status Raden Tjokrosoenarjo yang bekas pejabat, Soedirman kecil bisa memperoleh pendidikan formal di Hollandsch-Inlandsche School (HIS, setingkat sekolah dasar) pada usia tujuh tahun. Di sekolah milik pemerintah ini, ia dikenal sebagai murid yang sangat rajin, berdisiplin, dan pandai.
Di sekolah inilah bintang Soedirman mulai bersinar terang. Salah satunya lewat olahraga kegemarannya: sepak bola. Menurut Teguh, saking piawainya memainkan si kulit bundar, Soedirman, yang biasa berposisi sebagai penyerang dijuluki si bintang lapangan.Pria 62 tahun itu mengatakan ayahnya juga menguasai betul aturan dan tata cara permainan bola sepak. Lantaran dikenal sebagai sosok yang jujur, Soedirman kemudian kerap didaulat menjadi wasit.“Kebiasaan sepak bola ini terbawa terus sampai Bapak remaja menuju dewasa,” kata Teguh.
Di Sekolah, Jenderal Soedirman Dijuluki Kaji
Seperti ditulis Majalah Tempo Senin 12 November 2012, Soedirman dikenal sebagai sosok yang tak segan membantu teman-temannya dalam hal apa pun, termasuk pelajaran. Ia sangat antusias mengikuti pelajaran bahasa Inggris, ilmu tata negara, sejarah dunia, sejarah kebangsaan, dan agama Islam. “Saking tekunnya pada pelajaran agama, Soedirman diberi julukan Kaji atau Haji,” ujar sejarawan Rushdy Hoesein.
Cara bergaul ayahnya pun luwes, kata anak bungsunya, Mohammad Teguh.Dia bisa memastikan hal itu berdasarkan cerita ibunya.Soedirman bisa berkawan dan menempatkan diri di antara senior ataupun juniornya.“Bapak biasa berada di tengah banyak orang.Soalnya Bapak sangat piawai berpidato,” ujarnya.Terutama saat ayahnya getol mengurus organisasi intrasekolah Putra-Putri Wiworotomo.
Soedirman lulus HIS pada 1930.Ia baru masuk ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setara dengan sekolah menengah pertama) Parama Wiworotomo, Cilacap, dua tahun setelahnya dan lulus pada 1935.
Bersekolah di MULO merupakan tahapan penting bagi Soedirman. Di sekolah itulah ia mendapatkan pendidikan nasionalisme dari para guru yang kebanyakan aktif di organisasi Boedi Oetomo, seperti Raden Soemojo dan Soewardjo Tirtosoepono, lulusan Akademi Militer Breda di Belanda.
Kisah Asmara di Wiworo Tomo 
Soedirman memang begitu sayang kepada istrinya. Menurut Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, 63 tahun, putra bungsu Soedirman, ibunya pernah bercerita bagaimana bapaknya tergolong teliti untuk urusan kosmetik dan busana. “Bapak selalu memilihkan bedak dan busana untuk Ibu.Ibu tinggal mengenakan,” ujar Teguh.Bapaknya ternyata juga suka menjaga penampilan agar rapi dan berwibawa, terutama saat berpidato.
Ibunya sekali waktu bercerita, pernah saat Soedirman berpidato, ia merasa cemburu. Soedirman saat itu berpidato di hadapan putri-putri Keraton Solo.Mereka terlihat kagum pada penampilannya yang besus atau selalu rapi.Selesai pidato, Alfiah berseloroh, “Kamu senang, ya?Kalau begitu mau lagi?” Soedirman langsung menjawab, “Ya tidak, kan aku sudah punya kamu.”
Kisah asmara Soedirman dan Alfiah dimulai di Perkumpulan Wiworo Tomo, Cilacap. Soedirman tersohor sebagai pemain sepak bola dan pemain tonil atau teater.Dia dijuluki Kajine karena alim.Tatkala menjadi ketua, Soedirman memilih Alfiah sebagai bendahara Perkumpulan. Salah seorang teman Soedirman, menurut Teguh, bercerita, banyak pemuda naksir kepada ibunya tapi tak berani mendekati karena segan kepada sang ayah.
Gosip Soedirman menaksir Alfiah, kata Teguh, bermula dari kebiasaan Soedirman berkunjung ke rumah Sastroatmodjo, orang tua Alfiah.Silaturahmi itu berkedok koordinasi internal Muhammadiyah.Kala itu Soedirman termasuk pengurus Hizbul Wathan dan Pemuda Muhammadiyah.Adapun orang tua Alfiah pengurus Muhammadiyah.
Saat menjadi guru HIS Muhammadiyah, Soedirman dikenal dermawan.Gajinya kerap dipakai membantu tetangga.Tatkala menjadi anggota Badan Penyediaan Pangan, lembaga penarik upeti di bawah Jepang, Soedirman bahkan tidak memaksa warga menyetor upeti jika kekurangan. “Nenek tahu betul Soedirman muda naksir Alfiah.Nenek merestui karena kagum pada kealimannya.Nenek membujuk Kakek mau menerima Soedirman menjadi menantu.Saat itu, usia Bapak 20 tahun, Ibu 16 tahun.”
Menurut Teguh, paman ibunya yang bernama Haji Mukmin, saudagar pemilik hotel, sesungguhnya tidak setuju terhadap perkawinan Alfiah dan Soedirman. Mukmin berkeras Alfiah harus mendapatkan suami dari kalangan orang kaya.Adapun Soedirman anak ajudan wedana, yang bergaji kecil.“Akhirnya, menurut Ibu, semua ongkos pernikahan diam-diam disiapkan Nenek.Strategi itu agar Bapak tidak disepelekan keluarga besar Kakek.”
Dari ibunya, Teguh mendengar, pada saat makan bersama keluarga besar, Haji Mukmin menyingkirkan hidangan paling enak dari hadapan bapaknya.Sang ibu tersinggung, tapi bapaknya memilih mengalah.Sikap Haji Mukmin berubah setelah Soedirman diangkat menjadi Panglima Besar.Ketika diarak ke Cilacap, diamelihat pamannya itu berdiri di pinggir jalan.Soedirman menghentikan mobil, lalu mengajaknya masuk ke mobil.
Soedirman Mengajar dari Kisah Pewayangan
Soedirman, Panglima Besar TNI itu adalah seorang pengajar. Sebagai pendidik, ia tak hanya sekedar memandu murid dari depan kelas. Dia juga menggunakan aneka metode yang membuat murid tertarik belajar.
Soedirman tak tamat HIK.Dia kembali ke Cilacap setahun kemudian.Soedirman lantas bertemu R. Mohammad Kholil, tokoh Muhammadiyah Cilacap.Berkat guru pribadinya itu, dia diangkat menjadi guru sekolah dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Muhammadiyah Cilacap.
Bangunan HIS Muhammadiyah, tempat Soedirman dulu mengajar, kini tak berbekas.Sejak 1993, bangunan tua di tepi Jalan Jenderal Soedirman, Cilacap, itu dirobohkan.Sebagai gantinya, tepat di lokasi tersebut berdiri Taman Kanak-kanak Aisyiah 1.
Sekolah usia dini yang terdiri dari dua kelas dan satu ruang guru tersebut bersembunyi di balik Gedung Dakwah Soedirman, bangunan dua lantai markas Pengurus Daerah Muhammadiyah Cilacap. “Ini untuk mengenang sekaligus tak mengubah fungsi lokasi tersebut sebagai tempat pendidikan,” kata Arif Romadlon, Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Cilacap, Ahad lalu.
Sardiman, dosen sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, dalam bukunya Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Soedirman (2008), menuturkan bahwa Soedirman berhasil menarik perhatian murid-muridnya saat mengajar.
Marsidik, salah satu murid HIS Muhammadiyah yang diwawancarai Sardiman pada 1997, menuturkan cara mengajar Soedirman tak monoton, terkadang sambil bercanda dan acap diselingi pesan agama dan nasionalisme. “Soedirman juga sering mengambil kisah-kisah pewayangan,” kata Sardiman kepada Tempo pada Ahad lalu.
Soedirman Berhenti Mengajar Demi Berjuang
Nama Soedirman di mata para pejuang kemerdekaan tak sekadar panglima.Dia juga simbol untuk terus melawan penjajah. Soedirman, yang seorang pendidik, memutuskan untuk berhenti mengajar dan memilih turun ke medan perang. Dalam edisi khusus tentang Soedirman di majalah TEMPO, Senin, 12 November 2012, tergambarkan keputusan Soedirman membangkitkan semangat para muridnya.
Dua lelaki tegap memasuki sebuah kelas di Sekolah Rakyat Kepatihan, Cilacap, Jawa Tengah.Pelajaran aljabar di dalam kelas langsung berhenti.Kalender saat itu menunjuk akhir 1943. Bersama wali kelas Sukarno, keduanya berdiri di depan 30-an murid kelas lima.
Seorang di antaranya maju mendekati meja paling depan. Sosok itu kemudian mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kelas, mengucap salam, lalu memperkenalkan diri. “Saya Soedirman dan ini Pak Isdiman.”
Seorang murid yang duduk di bagian belakang kelas, Soedirman Taufik, setengah kaget. Namanya sama dengan pria di depan kelas itu. Seperti teman-temannya, bocah sepuluh tahun itu hanya tertegun. “Saya mau pamit akan berjuang bersama Dai Nipon,” ujar pria di depan kelas. Pria berpeci hitam, berkemeja putih kusam, dan celana krem panjang sedikit di bawah lutut itu melanjutkan kalimatnya.“Saya minta pangestu, semoga berhasil.Anak-anak yang sudah besar nanti juga harus berjuang.Membela negara.”
Serentak murid-murid menjawab, “Nggih, Pak!” Kunjungan berakhir. Soedirman menyalami para murid sebelum meninggalkan ruangan sambil melambaikan tangan.Isdiman, yang tak berujar sepatah kata pun, mengikuti di belakangnya.
Berselang 69 tahun, Taufik–Juni lalu genap 79 tahun–masih ingat betapa gaduh kelasnya ketika dia bersama kawan-kawan memekikkan salam perpisahan sekaligus doa. “Selamat berjuang, Pak!Semoga berhasil!” katanya kepada Tempo, Ahad lalu. Beberapa tahun setelah kejadian itu, nama kedua pria yang berpamitan tadi muncul sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Soedirman kelak menjadi jenderal, Panglima Besar TNI, diangkat pada Juni 1947.Adapun Letnan Kolonel Isdiman gugur sebagai Komandan Resimen 16/II Purwokerto, dua tahun sebelumnya, dalam pertempuran melawan tentara sekutu di Ambarawa, Jawa Tengah.
Dari cerita kawan seangkatannya, Taufik, yang kini menjadi Dewan Penasihat Organisasi Angkatan ’45 Cilacap, mengetahui bahwa Soedirman dan Isdiman juga berpamitan ke beberapa sekolah lainnya sebelum bergabung dengan tentara sukarela bentukan Jepang, Pembela Tanah Air (Peta). “Pak Dirman memang guru,” katanya.
Cacat Kaki, Soedirman Sempat Pesimis Jadi Tentara
Kebesaran nama Panglima Jenderal TNI Soedirman bisa dilihat dari kisahnya yang terungkap di buku-buku sejarah. Namun sebenarnya di balik perjuangannya dengan bertandu, Seodirman sempat ketakutan menjadi tentara karena kondisi kakinya.
Ditinggal Soedirman dalam usia satu tahun, Muhammad Teguh Bambang Cahyadi mendengar cerita tentang ayahnya itu dari sang ibu, Siti Alfiah. Termasuk kisah tentang Soedirman ketika mengawali karier militernya. Menurut Teguh, ayahnya sempat ragu masuk dunia militer. “Saya cacat, tak layak masuk tentara,” kata Soedirman, seperti yang didengar Teguh dari ibunya.
Bukan tanpa alasan jika Soedirman tak percaya diri menjadi tentara.Kakinya pernah terkilir pada saat main sepak bola.Hal itu membuat sambungan tulang lutut kirinya bergeser.Siti Alfiah juga menyatakan sangat mengkhawatirkan kondisi suaminya.
Dalam buku Perjalanan Bersahaja Jenderal Sudirman, Soekanto menuliskan dialog pasangan suami-istri ini pada saat Soedirman ingin menjadi tentara. Menjelang tengah malam satu hari pada 1944, Soedirman menyampaikan rencana bergabung dengan pasukan Pembela Tanah Air (Peta).“Jadi, Mas mau jadi tentara?” kata Siti Alfiah. Soedirman mengangguk, seolah meminta pengertian dari sang istri.
Tak langsung mengiyakan, Siti mencecar Soedirman.Dia menanyakan soal mata kiri Soedirman yang kurang terang. “Lalu, kaki Mas yang terkilir sewaktu main bola itu….”
“Tidak apa-apa, Bu, semua pengalaman ada gunanya,” katanya.“Saya harap Ibu berhati mantap.”Soedirman lalu pergi mengambil wudhu dan berjalan ke kamar untuk salat tahajud.
Pilihan menjadi prajurit diambil setelah sekolah Muhammadiyah, tempat Soedirman mengajar, ditutup tentara Jepang.Sekolah itu dianggap bentukan kolonial Belanda. Achmad Dimyati, rekan sesama guru, menyampaikan ketertarikan penguasa militer Kabupaten Cilacap merekrut Soedirman. “Mungkin Dik Dirman akan diangkat menjadi sangikai Karesidenan Banyumas, semacam perwakilan rakyat,” kata Dimyati.
Dimyati berusaha meyakinkan bahwa Soedirman bisa menjadi penghubung antara tentara Jepang dan penduduk Karesidenan Banyumas.Dia berpendapat Jepang lebih baik daripada Belanda.
Nyatanya, Soedirman tak langsung tertarik.Dia menilai Belanda dan Jepang sama-sama orang asing yang menjajah.Jepang dinilainya memerlukan tenaga pribumi hanya karena beberapa jabatan penting kosong ditinggal orang-orang Belanda.
Toh, Soedirman diterima di kesatuan militer.Ia mendapat jabatan sangikai, yang bertugas mendampingi tentara Jepang mengambil hati penduduk agar mau menyerahkan padi. Namun, dengan bahasa Jawa, Soedirman meminta rakyat agar mendahulukan kebutuhan mereka sebelum menyetorkan padi ke tentara Jepang.
Usia 26, Soedirman Tumpas Pemberontakan Pertama
Soedirman mendapatkan pendidikan militer pertamanya dari Jepang.Ia direkrut pemerintah negeri matahari terbit itu pada usia 25 tahun. Setahun menempa pendidikan kemiliteran, Soedirman pun mendapatkan tugas besar pertamanya.
Pada 3 Oktober 1943, pemerintah Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 44 Tahun 2603 (1944) tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk Membela Tanah Jawa. Penguasa Karesidenan Banyumas mengusulkan Soedirman ikut bergabung.Nugroho Notosusanto dalam buku Tentara PETA pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia, mengatakan hampir semua daidancho dan chudancho dibujuk secara pribadi oleh Beppan.
Daidancho kebanyakan direkrut dari tokoh masyarakat, seperti guru, tokoh agama Islam, dan pegawai pemerintah.“Karena itu, umurnya tak muda lagi,” kata Nina Lubis, penulis buku PETA Cikal Bakal TNI.Daidancho adalah jabatan setingkat komandan batalion.
Soedirman kemudian masuk Peta angkatan kedua sebagai calon daidancho.Muhammad Teguh mengenang cerita ibunya bahwa tentara Jepang sebenarnya tidak suka dengan masuknya Soedirman. Sebab, ketika menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat, ia sering menentang instruksi tentara Jepang. “Namun, saat itu Jepang berkepentingan membentuk pasukan bersenjata untuk menghadapi serangan tentara Sekutu,” katanya.
Sebelum membentuk Peta, Jepang telah mengeluarkan peraturan tentang pembentukan pasukan pribumi Heiho pada 22 April 1943. Pasukan Heiho terutama bertugas di satuan artileri pertahanan udara, tank, artileri medan, mortir parit, dan sebagai pengemudi angkutan perang. Namun, Heiho ternyata tak memuaskan Jepang, yang ingin pasukan sepenuhnya terdiri dari orang pribumi, terpisah dari tentara Jepang.
Pemuda Heiho hanya menjadi pembantu prajurit Jepang.Tak satu pun di antara mereka menjadi perwira.Tangerang Seinen Dojo (pusat latihan pemuda Tangerang), yang mulai berlatih sejak Januari 1943, malah dianggap lebih berhasil.
Pemisahan tentara pribumi dengan tentara Jepang kemudian dilaksanakan di Kalimantan, Sumatera, dan Jawa dengan nama Giyu-gun. Pengerahan rakyat pribumi untuk masuk tentara sukarela akhirnya terlaksana dengan pembentukan Peta.
Untuk menjadi calon perwira tentara Peta, Jepang mensyaratkan bakat kepemimpinan, jiwa dan fisik sehat, serta stabilitas mental. Seleksi dilakukan di ibu kota kabupaten (ken) atau kota madya (shi), yang kemudian dilanjutkan di ibu kota karesidenan (shu) untuk pemeriksaan kesehatan.
Seleksi dilakukan pada awal bulan Oktober 1943 dan hasilnya diumumkan dua minggu kemudian.
Angkatan kedua pendidikan Peta dimulai pada April 1944.Pendidikan untuk daidancho, kata Nina dalam bukunya, hanya dua bulan.Sedangkan untuk chudancho dan shudancho latihannya 3-4 bulan.Mereka berlatih di kompleks militer eks Belanda, 700 meter dari istana presiden di Bogor. Pusat latihan itu diberi nama Jawa Bo-ei Giyugyun Kanbu Renseitai, dibuka resmi pada 15 Oktober 1943.
Angkatan kedua pendidikan perwira Peta dilantik pada 10 Agustus 1944.Mereka diberi samurai dan disebar ke 55 daidan di daerah pantai selatan Jawa.Sebagai daidancho, Soedirman ditempatkan di Kroya, Jawa Tengah, didampingi shoko shidokan, perwira Jepang yang bertugas sebagai pengawas dan penasihat teknis kemiliteran, Letnan Fujita.
Setelah diangkat menjadi daidancho pada usia 26 tahun, Soedirman pulang ke rumah dan menceritakan kepada Alfiah ihwal penempatannya di Kroya. “Saya menjadi daidancho di sini (Cilacap),” kata Soedirman.Ujian pertama Soedirman dilalui pada 21 April 1945, saat pasukan Peta di bawah komando bundancho Kusaeri memberontak di Desa Gumilir, Cilacap.
Peristiwa itu berlangsung lima hari setelah vonis tentara Jepang terhadap pemberontakan Peta Blitar. Soedirman diperintahkan memadamkan pemberontakan Gumilir.
Dalam buku Perjalanan Bersahaja Jenderal Sudirman, daidancho itu sebenarnya tahu gerakan Kusaeri.Sebab, beberapa hari sebelum bergerak, Kusaeri menemuinya di Cilacap.Soedirman meminta koleganya itu menunda gerakan.Kata dia, “Kita harus bergerak pada waktu yang tepat.”
Soedirman dan Keris Penolak Mortir 
Desing pesawat membangunkan Desa Bajulan yang senyap, suatu hari di awal Januari 1949. Penduduk kampung di Nganjuk, Jawa Tengah, yang tengah berada di sawah, halaman, dan jalanan, itu panik masuk ke rumah atau bersembunyi ke sebalik pohonan.Warga Nganjuk tahu itu pesawat Belanda yang sedang mencari para gerilyawan dan bisa tiba-tiba memuntahkan bom atau peluru. Tak kecuali Jirah. Perempuan 16 tahun itu gemetar di dapur seraya membayangkan gubuknya dihujani peluru.Di rumahnya ada sembilan laki-laki asing tamu ayah angkatnya, Pak Kedah, yang ia layani makan dan minum. Meski tak paham siapa orang-orang ini, Jirah menduga mereka yang sedang dicari tentara Belanda. Sewaktu pesawat mendekat, dia melihat seorang yang memakai beskap duduk di depan pintu dikelilingi delapan lainnya. “Saya mengintip dan menguping apa yang akan terjadi dari dapur,” kata Jirah, September lalu.
Lelaki pemakai beskap yang oleh semua orang dipanggil ”Kiaine” atau Pak Kiai itu mengeluarkan keris dari pinggangnya. Keris itu ia taruh di depannya. Tangannya merapat dan mulutnya komat-kamit merapal doa. Ajaib.Keris itu berdiri dengan ujung lancipnya menghadap ke langit-langit. Kian dekat suara pesawat, kian nyaring doa mereka.
Keris itu perlahan miring, lalu jatuh ketika bunyi pesawat menjauh. Kiaine menyarungkan keris itu lagi dan para pendoa meminta undur diri dari ruang tamu. Kepada Jirah, seorang pengawal Kiaine bercerita bahwa keris dan doa itu telah menyamarkan rumah dan kampung tersebut dari penglihatan tentara Belanda.
Dari curi-dengar obrolan para tamu dengan ayahnya itu, Jirah samar-samar tahu, orang yang memakai beskap bertubuh tinggi, kurus, dan pendiam dengan napas tercekat yang dipanggil Kiaine tersebut adalah Jenderal Soedirman.“Saya mendapat kepastian itu Pak Dirman justru setelah beliau meninggalkan desa ini,” ujarnya.
Waktu itu Panglima Tentara Indonesia ini sedang bergerilya melawan Belanda, yang secara resmi menginvasi kembali Indonesia untuk kedua kalinya tiga tahun setelah Proklamasi.Jirah ingat, rombongan itu–yang berjumlah 77 orang–datang ke Bajulan pada Jumat Kliwon Januari 1949.Di rumahnya, Soedirman ditemani delapan orang, antara lain Dr Moestopo, Tjokropranolo, dan Soepardjo Roestam. Yang lain menginap di rumah tetangga.
Selama lima hari di Bajulan, tak sekali pun Belanda menjatuhkan bom atau menembaki penduduk. “Itu berkat keris dan doa-doa,” kata Jirah. Soedirman seolah-olah tahu tiap kali Belanda akan datang mencarinya. Karena itu, operasi Belanda mencari buron nomor wahid tersebut selalu gagal.
Cerita Kesaktian Soedirman 
Soedirman terkenal punya firasat dan perhitungan jitu semasa bergerilya. Anak bungsunya, Mohamad Teguh Sudirman, mendengar banyak cerita ”kesaktian” ayahnya. Teguh lahir pada 1949 ketika ibunya bersembunyi di Keraton Yogyakarta saat ayahnya bergerilya. Dia tak sempat bertemu dengan ayahnya, yang meninggal dua bulan setelah ia lahir, dan hanya mendengar kisah Soedirman dari sang ibu, Siti Alfiah.
Inilah kesaktian sang Jenderal yang merupakan perokok berat ini.
Ceritanya ketika Soedirman sampai di Gunung kidul.Ia tak mengizinkan pasukannya beristirahat lama-lama. Benar saja, beberapa saat kemudian, pasukan Belanda tiba di lokasi peristirahatan pasukannya. Jika Soedirman, yang dalam sakit bengek dan tubuh rapuh, tak segera meminta mereka jalan lagi, pertempuran tak akan bisa dihindari. “Dan bisa jadi pasukan Bapak kalah,” kata Teguh.
Soedirman, yang selalu menyamar sepanjang gerilya, juga kerap diminta mengobati orang sakit.Di sebuah desa di Pacitan, Teguh bercerita, Soedirman dan pasukannya kelaparan karena tak menemukan makanan berhari-hari.Mau meminta kepada warga desa, takut ada mata-mata Belanda.Saat rombongan ini beristirahat, seorang penduduk menghampiri mereka dan meminta air mantra untuk kesembuhan istri lurah di situ.
Sang Panglima mengambil air dari sumur, lalu meniupkan doa. Ajaib, istri lurah yang terbaring payah itu bisa bangun setelah minum.Pak Lurah pun menyilakan Soedirman dan anak buahnya beristirahat.Ia menjamunya dengan pelbagai makanan. “Baru setelah itu Bapak mengenalkan diri,” kata Teguh.
Sang Jenderal Klenik 
Kepercayaan dan kegemaran Soedirman pada supranatural tak hanya terjadi saat gerilya, tapi juga dalam diplomasi formal dengan Belanda.Muhammad Roem punya kisah menarik tentang klenik Soedirman.Syahdan, suatu pagi beberapa hari menjelang perundingan Renville di Yogyakarta pada 17 Januari 1948, Roem dipanggil Presiden Sukarno.
Presiden meminta Ketua Delegasi Indonesia dalam perundingan itu menemui Soedirman di rumahnya.“Sebagai ketua delegasi, jiwa Saudara harus diperkuat,” kata Presiden.“Temuilah segera Panglima Soedirman.”Meski awalnya menolak, Roem, yang tak mengerti urusan klenik, menuruti saran itu.
Di rumahnya, Soedirman sudah menunggu. Sang Panglima ditemani seorang anak muda yang ia kenalkan kepada Roem sebagai “orang pintar”. Rupanya, anak muda yang dikenal Roem tak punya pekerjaan tetap itu yang akan “memperkuat jiwa” Menteri Dalam Negeri ini. Dukun itu kemudian memberinya secarik kertas.“Jimat ini tak boleh terpisah dari Saudara,” kata Soedirman.“Kalau hilang, kekuatannya bisa berbalik.Jagalah sebaik-baiknya.”
Jimat itu menemani Roem menghadapi delegasi Belanda yang keras kepala tak mau hengkang dari Indonesia.Seorang diplomat Amerika Serikat yang jadi penengah rundingan itu memuji Roem dan delegasi Indonesia.“Saya sudah kesal karena Belanda begitu legalistik, tapi kalian bisa melawannya dengan legalistik juga.You are wonderful,” katanya, seperti ditulis Roem dalam Jimat Diplomat.Roem, lulusan Rechts School (Sekolah Hukum) di Jakarta, hanya mesem sambil meraba jimat itu di saku celananya.
Akan tetapi, cerita paling absurd yang pernah didengar anak bungsunya, Mohamad Teguh Sudirman, adalah kisah seorang santri dari Pesantren Krapyak, Yogyakarta.Kepadanya, santri itu menceritakan kisah gurunya yang ikut bergerilya bersama Soedirman.Dalam sebuah pertempuran sengit, menurut santri itu, Soedirman menjatuhkan pesawat Belanda dengan meniupkan bubuk merica.Teguh berkomentar, “Gila, ini tak masuk nalar.”
Soedirman Penganut Kejawen Sumarah
Soedirman terkenal punya firasat dan perhitungan jitu semasa bergerilya. Jenderal dari Banyumas dan percaya klenik ini dikabarkan memiliki bermacam kesaktian.
Soedirman disebut sebagai penganut aliran kejawen Sumarah.Ia gemar mengoleksi keris. Ia juga percaya benda pusaka itu punya tuah yang bisa melindunginya.
Anak bungsu Soedirman, Mohamad Teguh Sudirman, bercerita sewaktu ayahnya terpojok di lereng Gunung Wilis, Tulungagung, keris ayahnya bisa menyelamatkan pasukannya. Padahal ketika itu tentara gerilyawan tak punya celah meloloskan diri dari kepungan pasukan Belanda.
Soedirman tiba-tiba mencabut cundrik, keris kecil pemberian seorang kiai di Pacitan, dan mengarahkannya ke langit. Tak berapa lama, awan hitam bergulung-gulung, petir dan angin menghantam-hantam.Hujan lebat pun turun dan membuyarkan kesolidan pengepungan Belanda.Lagi-lagi pasukan Soedirman selamat.
Cundrik itu ia tinggalkan di rumah penduduk. Beberapa tahun setelah Soedirman meninggal pada 1950, Panglima Kodam V Brawijaya Kolonel Sarbini datang ke rumahnya di Kota Baru, Yogyakarta, ditemani seorang petani.
Menurut Teguh, Sarbini bercerita kepada ibunya, Siti Alfiah, petani itu hendak mengembalikan cundrik Soedirman yang dititipkan kepadanya sewaktu gerilya. “Cundrik itu kami titipkan di Museum Soedirman di Bintaran Timur, Yogya,” ujar Teguh.“Tapi sekarang hilang.
Soedirman Ternyata Hanya Bernapas dengan Satu Paru
Sejak remaja, Soedirman doyan merokok. Bahkan, ia masuk dalam golongan perokok berat. Rokok Soedirman kretek tak bermerek. Disebutnya tingwe alias nglinthing dewe, yang artinya ”meramu sendiri”. Kebiasaan mengisap tembakau membuat Soedirman mengalami gangguan pernapasan.Kondisi kesehatannya pun semakin menurun sejak pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Madiun, Jawa Timur.
Diceritakan bila Letnan Jenderal Soedirman berjalan tertatih-tatih memasuki rumah dinasnya di Jalan Bintaran Wetan, Yogyakarta. Di depan pintu, sang istri, Siti Alfiah, menyambutnya. “Bapak pulang setelah dua pekan memimpin operasi penumpasan pemberontakan PKI,” kata Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, putra bungsu Soedirman, yang mendapat cerita itu dari ibunya.
Pada akhir September 1948, Soedirman mengeluh ke Alfiah bila dia tak bisa tidur selama di Madiun.Soedirman begitu terpukul menyaksikan pertumpahan darah di antara rakyat Indonesia itu.Peristiwa Madiun membuat batin Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia ini nelangsa.“Selain kelelahan berat, Bapak tertekan batinnya karena peristiwa itu,” ujar Teguh.
Malam itu, kondisi kesehatan Soedirman turun. Namun, ia tetap mandi dengan air dingin. Saran sang istri agar mandi air hangat tak ia indahkan. “Inilah awal petaka bagi Bapak,” kata Teguh.“Esoknya, Bapak terkapar di tempat tidur.”
Kendati sakit, kegemarannya merokok tetap tak bisa ia hilangkan. Sesekali, sembari terbaring, Soedirman mengisap rokok kretek.Melihat itu, istrinya hanya diam, tak berani melarang.
Karena bandel, Soedirman tidak juga pulih. Bahkan, tim dokter tentara mendiagnosis ia menderita tuberkulosis, infeksi paru-paru. Tak percaya akan hasilnya, keluarga meminta pemeriksaan ulang oleh dua dokter tentara senior, Asikin Wijayakusuma serta Sim Ki Ay. Dan jawabannya sama dengan observasi pertama. Soedirman pun dibawa ke Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.
Menurut Soegiri, bekas ajudan Soedirman, obat yang dibutuhkan atasannya hanya ada di Jakarta. Untuk sampai Yogyakarta, obat itu harus diboyong melalui jalur penyelundupan. Di lain pihak, Soedirman butuh penanganan cepat.
“Akhirnya tim dokter memutuskan operasi penyelamatan dengan membuat satu paru-parunya tak berfungsi,” kata Soegiri.
Pasca-operasi, menurut Soegiri, tim dokter berbohong kepada Soedirman. Mereka mengatakan operasi itu cuma mengangkat satu organ kecil di paru-paru yang menghambat saluran pernapasan.Sedangkan kata Teguh, dokter memberitahukan ibunya perihal operasi itu.“Sejak itu, Bapak bernapas dengan separuh paru-paru,” katanya.
Soedirman Jual Perhiasan Istri Demi Ransum Tentara
Usai menjalani operasi paru-paru pada November 1948, Soedirman hidup dengan sebelah paru.Ia pun harus mengonsumsi banyak obat. Seperti codeine untuk mengobati gangguan pernapasan dan kinine bagi penyakit malarianya.
Kata pesuruh Soedirman, Jamaluddin, bentuk obat-obatan itu kecil, serupa kedelai.Warnanya ada yang biru untuk pencegahan malaria dan merah bila sakitnya parah.“Semua itu Pak Dirman minum dengan air teh tiyung atau teh merek Sruni,” ujar Jamaluddin.
Meski sakit, sang Jenderal tidak sulit makan. Bahkan, ia tak pernah memilih-milih menu. Semua makanan yang disediakan dapur umum dia santap. Pilihan makanannya pun tidak beda dengan dengan jatah seluruh prajurit. Apalagi waktu itu masa gerilya, semua serba seadanya. Kadang nasi berteman rebusan daun lembayung, kadang-kadang tempe. “Dikasih apa saja Pak Dirman mau,” ujar Jamal.
Ransum untuk Soedirman diantar dalam rantang.Satu rantang untuk sekali makan, diantar sampai pintu kamar, setiap pagi, siang, dan sore.Tapi sering kali, dari tiga rantang yang dikirim, hanya satu yang habis.“Pak Dirman kerap berpuasa.Karena itu, hanya habis satu rantang.Sisanya dimakan ramai-ramai oleh teman-teman,” kata Jamal.
Sumber makanan tidak hanya dari dapur umum.Penduduk sekitar tempat persembunyian juga sering mengirimkan ransum.Menunya kadang tiwul dan ketela.Jarang sekali mereka mendapatkan nasi.“Ya, seadanya makanan kampung,” ujar Jamal.
Kala itu, tak jarang juga mereka kekurangan makanan. Untuk menutupinya, Soedirman mengirim sang adik ipar, Hanung Faeni, kembali ke Yogyakarta. Ditemani sopir pribadi Soedirman, Hainun Suhada, Hanung berjalan kaki untuk menyampaikan pesan sang Jenderal ke istrinya, Siti Alfiah.
Dalam amanat itu, Soedirman meminta perhiasan Alfiah untuk membiayai perang. Kata anak bungsu Soedirman, Teguh Bambang Tjahjadi, ayahnya sudah berpesan bila ia akan meminta perhiasan itu jika dibutuhkan. “Perhiasan dibarter ayam dan beras,” kata Teguh.

Comments