ADMINISTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan ilmu pngetahuan dan teknologi, menimbulkan dampak positif terhadap semakin kritisnya pemikiran dan tuntutan masyarakat dalam peningkatan kualitas pendidikan. Pada hakikatnya kualitas pendidikan tidak terlepas dari adanya bentuk kerjasama antara sekolah dan masyarakat. Lembaga pendidikan keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dan sebaliknya masyarakat tidak akan maju tanpa adanya lembaga pendidikan.
Agar penyelenggaraan lembaga pendidikan bisa maksimal maka perlu keterlibatan semua pihak baik pemerintah, keluarga, dan masyarakat yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh sekolah. Kerjasama yang baik antara komponen tersebut, baik dari segi pemikiran, tenaga, pembiayaan, serta pemecahan masalah yang dihadapi lembaga pendidikan akan memacu perkembangan pendidikan yang diharapkan. Peran Hubungan Masyarakat  (Humas) dalam suatu sekolah sangat dibutuhkan dan merupakan faktor intens dalam menjalin kerjasama dengan masyarakat. Sehingga kami membuat makalah ini dengan mengangkat judul ”Manajemen Hubungan Masyarakat”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut kami merumuskan masalah sebagai yaitu:
1.    Bagaimana konsep  dasar hubungan sekolah dengan masyarakat?
2.                            Bagaimana keterkaitan lembaga sekolah dengan masyarakat?
3.                            Bagaimana Model dan Prinsip Humas?
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep  Dasar Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
1.    Pengertian Hubungan Sekolah Dan Masyarakat
Menurut international public relations association dalam Henslowe, humas adalah salah satu dari fungsi manajemen yang memilki cirri yang terencana dan berkelanjutan melalui organisasi dan lembaga swasta atau publik untuk memperoleh pengertian, simpati, dan dukungan masyarakat.
Menurut Maisyaroh (2004: 3), hubungan sekolah dan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara lembaga pendidikan dan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kebutuhan dan praktik pendidikan dan pada akhirnya bekerjasama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lembaga pendidikan.
Manajemen hubungan sekolah dan masyarakat adalah proses mengelola komunikasi mulai dari kegiatan perencanaan sampai pada pengendalian terhadap proses dan hasil kegiatannya. Keterlibatan masyarakat dalam bidang pendidikan merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan bidang pendidikan, yang berarti mengikut sertakan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan. Masyarakat perlu membantu penyelenggaraan pendidikan agar kualitas pertumbuhan dan perkembangan pendidikan agar kualitas pertumbuhan dan perkembangan pendidikan dapat dipacu secara cepat, akhirnya kualitas kehidupan masyarakat dapat meningkat.[1]
2.    Tujuan Hubungan Sekolah Dan Masyarakat
Hubungan sekolah dan masyarakat memilki tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan sekolah dalam memajukan kualitas pertumbuhan dan perkembangan proses belajar. Secara rinci tujuan hubungan sekolah dan masyarakat meliputi:
1)   Meningkatkan partisipasi, dukungan, dan bantuan secara konkret dari masyarakat baik berupa tenaga, sarana prasarana maupun dana demi kelancaran dan tercapainya tujuan pendidikan.
2)   Menimbulkan dan membangkitkan rasa tanggung jawab yang lebih besar pada masyarakat terhadap kelangsungan program pendidikan di sekolah secara efektif efisien.
3)   Mengikutsertakan masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sekolah.
4)   Menegakkan dan mengembangkan suatu citra yang menguntungkan (favorable image) bagi sekolah terhadap para stakeholder-nya dengan sasaran yang terkait, yaitu publik interbal dan public eksternal.
5)   Membuka kesempatan yang lebih luas kepada para pemakai produk/lulusan dan pihak-pihak yang terkait untuk partisipasi dalam meningkatkan mutu pendidikan.
3.    Fungsi Hubungan Sekolah Dan Masyarakat
Pada dasarnya humas memiliki peran penting dalam membantu menginformasikan pada publik internal dan eksternal dengan menyediakan informasi akurat yang dapat mendorong agar partipasi masyarakat meningkat. Selanjutnya menurut Bernays (2007: 1), humas memilki fungsi sebagai berikut:
1)   Memberikan penerangan kepada publik;
2)   Melakukan persuasi kepada publik untuk mengubah sikap dan tingkah laku publik; dan
3)   Upaya untuk menyatukan sikap dan perilaku suatu lembaga pendidikan dengan sikap dan kebutuhan masyarakat.[2]
4.    Prinsip-Prinsip Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam menejemen partisipasi masyarakat berbasis sekolah menitikberatkan pada sekolah yang mampu menyelenggarakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mampu berkomunikasi secara aktif dengan masyarkat. Untuk itu perlu penerapan beberapa prinsip, sebagi berikut:
1)        Fleksibilitas
Sekolah hendaknya mempunyai program yang cukup lentur dan beradaptasi secara terus-menerus dengan perubahan-perubahan layanan lembaga lain di masyarakat.
2)   Relevan
Peran dan fungsi lembaga pendidikan hendaknya ditentukan sesuai dengan kondisi masyarakat yang menjadi latar belakang peseta didik.
3)   Partisipasi
Sekolah bersama masyarakat hendaknya mengembangkan program kegiatan dan layanan guna memperluas, memperbarui, memadukan pengalam berbagai kelompok umur semua tingkatan, sekolah masih perlu memperhatikan kebutuhan masyarakat ini.
4)   Komprehensif
Sekolah harus senantiasa menghubungkan dirinya dengan masyarakat yang lebih luas, intern bangsa maupun secara internasional.
5)   Melembagaan
Layanan efektif dalam masyarakat pada setiap warga Negara hanya dapat dicapai melalui organisasi, terutama organisasi pendidikan yang dikelola secara baik. Dalam memaksimalkan partisipasi masyarakat, kegiatannya perlu diorganisasikan secara baik. Makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memilki, makin besar rasa tanggung jawab dan akhirnya makin besar pula tingkat dedikasinya.[3]
B.  Keterkaitan Lembaga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah dapat memerankan fungsinya secara maksimal apabila didukung semua komponen yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan, yaitu keluarga, pemerintah dan masyarakat. Sementara ini yang sudah relatif berjalan baik adalah keterlibatan keluarga (orang tua siswa) dan pemerintah dalam menyediakan sumber daya untuk pelaksanaan pendidikan, sedangkan pihak masyarakat dan swasta belum optimal keterlibatannya.
Pemberlakuan otonomi daerah dalam bidang pendidikan menuntut semua komponen tersebut dapat berperan secara maksimal, utamanya pemberdayaan masyarakat yang selama ini kurang optimal keterlibatannya. Sejalan dengan kaidah otonomi dan desentralisasi di berbagai bidang pendidikan dan sector pembangunan, pusat pengambilan keputusan pengelolaan pendidikan juga tersebar ke berbagai tingakat sampai ke tingkat sekolah. Pengelolaan pendidikan sebagaimana yang di gariskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004, menjadi lebih berbasis daerah, masyarakat dan sekolah.
Tiap daerah dibentuk organisasi pengelolaan pendidikan yaitu dewan pendidikan, dewan sekolah atau komite sekolah. Dewan pendidikan kabupaten/kota bertugas melaksanakan pengkajian, penelitian dan pengembangan pendidikan untuk diajukan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam rangka perumusan, pemantauan, dan penilaian kebijakan pembangunan pendidikan di kabupaten/kota. Di tingkat satuan pendidikan juga dibentuk dewan sekolah yang bertugas merencanakan dan mengupayakan penyediaan sumber daya, sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan di daerah yang bersangkutan. Untuk mengelola pendidikan, sekolah memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat agar berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan.[4]
Dalam penyelenggaraan pendidikan, peran serta masyarakat sangat penting sebagai salah satu elemen pendukung terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat. Salah satu bentuk peran serta masyarakat adalah melakukan pemberdayaan dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan, yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam hal penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Masyarakat dalam hal ini, dapat berperan sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan. Karena itu masyarakat berhak menjadi bagian dalam sistem pendidikan yang berbasis masyarakat. Misalnya, mayarakat  bisa turut serta dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum, evaluasi pendidikan serta mengawasi agar pengelolaan dan pendanaannya sesuai dengan standar pendidikan nasional. Karena itu, pendidikan yang berbasis masyarakat merupakan tanggung jawab bersama antara penyelenggara, masyarakat umum, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan sumber-sumber lainnya. Demikian juga dengan lembaga-lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat, mereka dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan meratadari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosiial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Hal ini semakin menegaskan bahwa sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efiisien. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban untuk memberikan penerangan tentang tujuan, tujuan program-program, kebutuhan, serta keadaan masyarakat. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa saja kebutuhan, harapan dan tuntutan dari masyarakat, terutama terhadap sekolah. [5]
C.    Model dan Prinsip Humas
Apabila kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat ingin berhasil mencapai sasaran, baik dalam arti sasaran masyarakat atau orang tua yang dapat diajak kerjasama maupun sasaran hasil yang diinginkan, maka beberapa prinsip-prinsip pelaksanaan di bawah ini harus menjadi pertimbangan dan perhatian. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai berikut:[6]
1.                     Integrity
Prinsip ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat harus terpadu, dalam arti apa yang dijelaskan, disampaikan dan disuguhkan kepada masyarakat harus informasi yang terpadu antara informasi kegiatan akademik maupun informasi kegiatan yang bersifat non akademik.
2.                     Continuity
Prinsip ini berarti bahwa pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat, harus dilakukan secara terus menerus. Jadi pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat tidak hanya dilakukan secara insedental atau sewaktu-waktu, misalnya satu kali dalam satu tahun atau sekali dalam satu semester, hanya dilakukan oleh sekolah pada saat akan meminta bantuan keuangan kepada orang tua atau masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat selalu beranggapan apabila ada panggilan sekolah untuk datang ke sekolah selalu dikaitkan dengan uang. Akibatnya mereka cenderung untuk tidak menghadiri atau sekedar mewakilkan kepada orang lain untuk menghadiri undangan sekolah. Apabila ini terkondisi, maka sekolah akan sulit mendapat dukungan yang kuat dari semua orang tua murid dan masyarakat.
3.      Simplicity
Prinsip ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dengan masyarakat yang dilakukan baik komunikasi personal maupun komunikasi kelompok  pihak pemberi informasi (sekolah) dapat menyederhanakan berbagai informasi yang disajikan kepada masyarakat. Informasi yang disajikan kepada masyarakat melalui pertemuan langsung maupun  melalui media hendaknya disajikan dalam bentuk sederhana sesuai dengan kondisi dan karakteristik pendengar (masyarakat setempat).
4.      Coverage
Kegiatan pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan mencakup semua aspek, faktor atau substansi yang perlu disampaikan dan diketahui oleh masyarakat, misalnya program ekstra kurikuler, kegiatan kurikuler, remedial teaching dan lain-lain kegiatan. Prinsip ini juga mengandung makna bahwa segala informasi hendaknya:
a.       Lengkap
b.      Akurat
c.       Up to date
Dengan demikian masyarakat dapat memberikan penilaian sejauh mana sekolah dapat mencapai misi dan visi yang disusunnya.
5.        Constructiveness
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya konstruktif  dalam arti sekolah memberikan informasi yang konstruktif  kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan memberikan respon hal-hal positif tentang sekolah  serta mengerti dan memahami secara detail berbagai masalah yang dihadapi sekolah. Apabila hal tersebut dapat mereka mengerti, akan merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong mereka untuk memberikan bantuan kepada sekolah sesuai dengan permasalahan sekolah yang perlu mendapat perhatian dan pemecahan bersama. Hal ini menuntut sekolah untuk membuat daftar masalah yang perlu dikomunikasikan secara terus menerus kepada sasaran masyarakat tertentu.
6.         Adaptability
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya disesuaikan dengan keadaan di dalam lingkungan masyarakat tersebut. Penyesuaian dalam hal ini termasuk penyesuaian terhadap aktivitas, kebiasaan, budaya (culture) dan bahan informasi yang ada dan berlaku di dalam kehidupan masyarakat. Bahkan pelaksanaan kegiatan hubungan dengan masyarakat pun harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Misalnya saja masyarakat daerah pertanian yang setiap pagi bekerja di sawah, tidak mungkin sekolah mengadakan kunjungan (home visit) pada pagi hari.

DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Suparlan. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Indonesia. Malang: Madani Wisma Kalimetro
Winani , Novan Ardy. 2013. Desain Pembelajaran Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Zubaidi. 2012.  Desain Pendidikan Karakter . Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Laila Pamungkas, lailapamungkas.blogspot.co.id/2014/05/desain-dan-model-pembelajaran-pkn-sdmi.html, di akses pada 04 April 2017 pukul 14:54



[1] Agustinus Hermino,  Manajemen Kurikulum Berbasis Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2014), 64.
[2] Ibid., 64-65.
[3] Ibid., 66-67.
[4] Ibid., 67-68.
[5] Kompri, Manajemen Sekolah Teori dan Praktik, (Bandung: Alfabeta), 2014, 348-349.

Comments